KETUA Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menilai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) soal ekosistem emas merupakan langkah strategis, namun perlu diawasi dengan ketat.
Permen yang dimaksud Misbakhun yakni PMK No. 51 tahun 2025 dan PMK No. 52 tahun 2025 yang telah ditetapkan pada 25 Juli 2025 dan mulai berlaku efektif sejak 1 Agustus 2025.
Dalam siaran pers resmi yang diterima di Jakarta, Senin (4/8/2025), Misbakhun mengatakan kebijakan yang mengenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 sebesar 0,25 persen atas pembelian emas batangan oleh bullion bank, yang disertai berbagai pengecualian strategis, merupakan sebuah langkah positif.
Kebijakan ini dia nilai sebagai terobosan yang dirancang secara cermat untuk mendorong efisiensi sistem, meningkatkan likuiditas, dan menjaga daya saing sektor emas di dalam negeri di tengah tantangan pasar global.
Namun, politisi senior Partai Golkar ini menilai peraturan tersebut perlu penguatan untuk menjamin kepastian hukum dan menutup celah yang berpotensi merugikan negara. Tanpa perbaikan yang solid, kata dia, tujuan mulia dari penerbitan regulasi ini dikhawatirkan tidak akan tercapai sepenuhnya.
“Penguatan yang dimaksud mencakup perumusan definisi operasional yang lebih rigid dan tidak multitafsir di dalam batang tubuh peraturan, memperjelas perlakuan skema pajak untuk transaksi emas non fisik atau digital yang volumenya terus meningkat, sebuah aspek yang belum diatur secara eksplisit,” kata dia dalam siaran pers tersebut.
Dia juga menekankan perlunya membangun sistem pengawasan efektif yang terintegrasi antar lembaga terkait untuk memantau seluruh rantai transaksi emas.
Dengan adanya sistem ini, diharapkan manfaat ekonomi dari sektor emas dapat dirasakan secara maksimal oleh negara dan masyarakat.
“Perumusan definisi yang presisi, kejelasan pajak transaksi digital, dan terutama sistem pengawasan yang terintegrasi adalah kunci mutlak agar tujuan besar kita untuk efisiensi sistem dan optimalisasi penerimaan negara benar-benar tercapai tanpa ada kebocoran,” tutup Misbakhun. []