Menteri ATR/BPN Nusron Wahid: Reforma Agraria Bukan Sekadar Sertifikasi, Tapi Gerakan Keadilan Ekonomi Rakyat

MENTERI Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan arah baru pelaksanaan Reforma Agraria di Indonesia dalam satu tahun belakangan ini.

Menurutnya, program ini tak lagi dipahami semata sebagai agenda legalisasi atau pembagian sertifikat, melainkan sebagai strategi negara untuk pemerataan ekonomi rakyat dan peningkatan nilai tambah dari tanah.

Dia mengatakan dalam kurun waktu Oktober 2024 hingga Oktober 2025, pelaksanaan Reforma Agraria menunjukkan capaian signifikan. Sebanyak 195.734 bidang tanah telah diserahkan kepada 39.556 kepala keluarga, disertai pemetaan sosial terhadap 9.100 keluarga dan pendampingan usaha bagi 14.900 keluarga penerima manfaat.

“Reforma Agraria bagi kami bukan sekadar sertipikasi tanah. Ini adalah upaya menata ulang struktur penguasaan tanah agar lebih adil, sekaligus menjadikan tanah sebagai motor pemerataan ekonomi rakyat,” ujar Nusron Wahid dalam keterangan tertulis, Minggu (26/10/2025), dikutip dari Detik.

Nusron menjelaskan pendekatan ini bukan hanya memastikan kepastian hukum, tetapi juga mendorong agar tanah benar-benar berfungsi produktif dan menjadi sumber kesejahteraan baru bagi rakyat kecil.

“Setiap sertipikat yang kami terbitkan diiringi dengan pendampingan agar tanahnya hidup, dikelola, dan menghasilkan nilai tambah ekonomi bagi pemiliknya,” katanya.

Secara kumulatif, lanjut Nusron, sejak 2020 hingga 2025, pemerintah telah melaksanakan redistribusi tanah seluas 879.942 hektar, mencakup 1.641.408 bidang kepada masyarakat yang berhak. Dari jumlah itu, 26 lokasi prioritas Reforma Agraria (LPRA) telah diselesaikan, mencakup 15.533 bidang tanah (5.109 hektare) untuk 11.576 kepala keluarga.

“Redistribusi tanah ini bukan hanya membagi lahan, tapi mengembalikan rasa keadilan kepada rakyat kecil dan membuka jalan bagi ekonomi yang lebih merata,” jelasnya.

Untuk memastikan tanah yang diserahkan benar-benar memberikan manfaat ekonomi, Kementerian ATR/BPN kini membangun ekosistem pemberdayaan berbasis pola kemitraan tertutup (closed loop) melalui Direktorat Jenderal Penataan Agraria.

“Model ini mempertemukan petani, koperasi, lembaga keuangan, dan offtaker (pembeli hasil produksi) dalam satu rantai ekonomi yang saling menguatkan,” tuturnya.

Melalui sistem ini, petani tidak lagi menjual hasil mentah, melainkan mengolah dan memasarkan produk yang memiliki nilai jual lebih tinggi.

“Melalui pola closed loop, kami dorong agar Reforma Agraria menghasilkan ekonomi nyata, bukan sekadar dokumen sertipikat. Inilah yang kami sebut TORA produktif,” ungkapnya.

Pelaksanaan Reforma Agraria juga diperkuat dengan program Mitra Strategis Reforma Agraria (MSRA) yang melibatkan organisasi masyarakat sipil, perguruan tinggi, lembaga keagamaan, dan komunitas ekonomi rakyat. Melalui kolaborasi ini, negara hadir tidak hanya sebagai regulator tetapi juga fasilitator pemberdayaan masyarakat.

“Kolaborasi ini membuktikan bahwa Reforma Agraria bukan hanya program pemerintah, melainkan gerakan bersama untuk mewujudkan keadilan agraria,” ujar Nusron.

Menurutnya, capaian Reforma Agraria dalam setahun terakhir merupakan fondasi kuat menuju arah pembangunan ekonomi rakyat yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan. Dia menegaskan, ke depan, tanah tidak boleh lagi menjadi sumber sengketa, melainkan menjadi instrumen kesejahteraan dan kemandirian rakyat.

“Pelaksanaan Reforma Agraria kami wujudkan secara utuh, dari kepastian hak atas tanah, penyelesaian konflik, hingga peningkatan nilai ekonomi masyarakat,” pungkasnya. []

Leave a Reply