Firman Soebagyo Dorong Transparansi dan Keadilan dalam Pemberian Insentif Guru PIC Program MBG

Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firman Soebagyo, menanggapi terbitnya Surat Edaran (SE) Nomor 5 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh Badan Gizi Nasional (BGN) terkait pemberian insentif bagi guru penanggung jawab atau person in charge (PIC) Program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Program MBG merupakan salah satu agenda prioritas pemerintah yang menyasar anak sekolah, ibu hamil, ibu menyusui, serta balita. Sebagai upaya memperlancar implementasi di sekolah penerima manfaat, BGN menginstruksikan agar setiap sekolah menunjuk antara 1 hingga 3 orang guru untuk menjadi PIC distribusi makanan bergizi. Penunjukan dilakukan oleh kepala sekolah dengan prioritas kepada guru bantu dan honorer, serta menerapkan sistem rotasi harian agar pelaksanaan merata.

Sebagai bentuk penghargaan atas peran tersebut, guru PIC akan menerima insentif sebesar Rp100 ribu per hari penugasan. Dana insentif ini bersumber dari biaya operasional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sekolah dan akan dicairkan setiap 10 hari sekali. Firman menilai langkah ini memiliki dua sisi dampak, baik positif maupun negatif.

“Secara positif, insentif ini tentu bisa meningkatkan motivasi guru yang ditugaskan. Dengan adanya dukungan finansial, para guru PIC akan lebih bersemangat menjalankan fungsi pendampingan. Bahkan, kualitas pelaksanaan program MBG bisa meningkat karena guru yang mendapat insentif memiliki peluang untuk terus mengembangkan pengetahuan dan keterampilan di bidang gizi dan pendampingan,” jelas Firman.

Namun, ia juga mengingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan gesekan di lapangan jika tidak dikelola dengan baik. “Hanya guru PIC yang menerima insentif, sementara guru lain juga ikut berkontribusi dalam suasana sekolah, ini bisa menimbulkan kecemburuan sosial. Bahkan, bisa muncul anggapan kebijakan ini tidak adil karena tidak semua guru mendapatkan kesempatan yang sama,” tegasnya.

Menurut Firman, pemerintah perlu memikirkan strategi mitigasi agar kebijakan ini tidak kontraproduktif. Ia menyarankan setidaknya ada empat langkah utama yang bisa dilakukan:

Pertama, transparansi, baik dalam hal kriteria penunjukan guru PIC maupun mekanisme pemberian insentif. Kedua, keadilan, dengan memastikan kriteria yang digunakan jelas, objektif, dan tidak menimbulkan diskriminasi.

Ketiga, pengembangan kapasitas, yakni dengan memberikan kesempatan pelatihan atau peningkatan kompetensi bagi semua guru, tidak hanya yang ditugaskan sebagai PIC. Keempat, komunikasi efektif, agar seluruh guru memahami maksud dan tujuan kebijakan ini serta merasa dilibatkan.

“Kalau langkah-langkah ini dilakukan, maka insentif bisa benar-benar menjadi pemicu semangat tanpa menimbulkan masalah baru. Program MBG akan berjalan lebih lancar karena semua pihak merasa dihargai dan didengar,” ungkap Firman.

Lebih lanjut, Firman menekankan bahwa keberhasilan MBG tidak hanya ditentukan oleh lancarnya distribusi makanan bergizi, tetapi juga oleh soliditas tenaga pendidik di sekolah. “Guru adalah ujung tombak yang bersentuhan langsung dengan anak-anak dalam pelaksanaan program MBG. Jika ada kecemburuan sosial di antara mereka, justru akan melemahkan semangat kolektif dalam menyukseskan program pemerintah ini,” tambahnya.

Ia menutup dengan mengingatkan kembali pentingnya menjaga keadilan dalam setiap kebijakan, terlebih program sebesar MBG yang menyasar jutaan penerima manfaat. “Saya berharap BGN dan pemerintah daerah mampu merancang mekanisme yang transparan, adil, dan komunikatif. Dengan begitu, insentif ini bisa menjadi bentuk penghargaan yang benar-benar efektif, dan pada akhirnya meningkatkan keberhasilan Program Makan Bergizi Gratis,” pungkas Firman. {golkarpedia}