BALITBANG DPP Partai Golkar pada Rabu (13/8/2025) kembali menggelar seri diskusi publik yang mengangkat tema Asta Cita VII: Reformasi Politik, Hukum, Demokrasi, serta Memperkuat Pemberantasan Korupsi dan Narkoba. Forum ini berlangsung di Ruang Balitbang Gedung Soedarmono DPP Golkar, Jakarta, dan menjadi ajang konsolidasi pemikiran strategis untuk merespons tantangan demokrasi dan tata kelola negara.
Diskusi ini mempertemukan berbagai tokoh politik, pengamat, dan peneliti yang memberikan pandangan kritis terhadap arah kebijakan partai, khususnya dalam perannya sebagai salah satu kekuatan politik terbesar di Indonesia.
Tema yang dibahas bukan hanya menyentuh aspek reformasi politik dan hukum, tetapi juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi dan narkoba sebagai bagian dari agenda besar pembaharuan bangsa.
Di antara pembicara yang hadir, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin tampil menyampaikan pandangan yang lugas dan reflektif. Sebagai legislator yang membidangi urusan politik, pemerintahan dalam negeri, dan pemilihan umum.
Zulfikar membawa perspektif internal tentang bagaimana Partai Golkar seharusnya memposisikan diri di tengah dinamika demokrasi. Pandangannya tidak hanya menyoroti capaian, tetapi juga mengajak kader Golkar untuk melakukan evaluasi fundamental terhadap platform perjuangan partai.
Ia mengawali paparannya dengan sebuah pengakuan terbuka mengenai perjalanannya sebagai kader Partai Golkar, sekaligus mempertanyakan arah dasar perjuangan politik partai yang sudah lebih dari enam dekade menjadi bagian penting sejarah Indonesia.
“Saya itu termasuk baru di Golkar ya, 2011 saya masuk Golkar. Sampai sekarang saya masih mencari, apa sebenarnya platform Partai Golkar? Mungkin kita bisa ambil dari Mars Partai Golkar, pembaharuan dan pembangunan itu platform Partai Golkar,” ujar Zulfikar.
Bagi Zulfikar, platform partai politik adalah panduan strategis yang menentukan langkah perjuangan, bukan sekadar slogan. Dalam alam demokrasi, peran partai jauh melampaui fungsi sebagai perantara masyarakat dan negara.
“Ketika kita menjadi sebuah partai, dalam alam demokrasi dia menjadi tulang punggung demokrasi. Dia tidak sekadar menjadi jembatan antara masyarakat dan negara, tapi dengan platform yang dimiliki, partai politik berusaha mempengaruhi negara melahirkan kebijakan yang diarahkan pada pencapaian tujuan negara,” jelasnya.
Dari prinsip itu, ia mengajak untuk mengukur sejauh mana langkah-langkah Partai Golkar saat ini benar-benar selaras dengan platform pembaharuan dan pembangunan yang sering digaungkan.
“Kalau memang seperti itu, apa yang kita lakukan lebih banyak dipengaruhi platform kita. Maka kalau tadi disimpulkan platform kita adalah pembaharuan dan pembangunan, sekarang benarkah kita menuju pembaharuan dan pembangunan itu?” tanyanya.
Lebih lanjut, Zulfikar menyampaikan kritik bahwa Golkar masih mempraktikkan paradigma lama dalam memaknai kekaryaan. Sehingga implikasinya, Partai Golkar memaknai karya-kekaryaan sebagai keharusan untuk terus menempel kekuasaan.
“Menurut saya, Partai Golkar sendiri masih menggunakan paradigma lama. Kekaryaan itu selalu dimaknai dengan nempel terus dengan kekuasaan. Pada waktu Orde Baru itu kita menjadi the ruler party karena menjadi pemenang Pemilu. Tapi sekarang kalah atau menang, maunya terus tempel kekuasaan,” ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa pembaharuan dan pembangunan harus menjadi orientasi yang nyata, bukan hanya retorika politik. Oleh sebab itu, Zulfikar mendorong agar seluruh khalayak Partai Golkar memaknai platform partai sebagai kekuatan ideologis bagi langkah politik partai berlambang beringin ini ke depannya.
“Kalau memang platform kita pembaharuan dan pembangunan, itu semua jadi orientasi kita, jadi paradigma kita. Terutama di Partai Golkar, karena saya yakin Partai Golkar selalu ditunggu kiprahnya oleh masyarakat,” tutup Ketua Bidang Kaderisasi dan Keanggotaan DPP Partai Golkar ini. []