Yulisman: Ditjen Gakkum Harus Hitung Kerugian Negara akibat Tambang Ilegal

ANGGOTA Komisi XII DPR RI Yulisman mendorong penguatan kelembagaan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Negeri dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dalam upaya pemberantasan pertambangan ilegal yang merugikan keuangan negara, merusak lingkungan, serta menimbulkan ketidakpastian hukum di sektor energi dan sumber daya mineral.

Menurut Yulisman, arahan Presiden Prabowo untuk menutup praktik pertambangan ilegal harus direspons dengan langkah konkret, mulai dari peningkatan kapasitas SDM, modernisasi teknologi pengawasan, hingga koordinasi lintas aparat penegak hukum (APH).

“Komisi XII DPR RI mendukung penuh komitmen Presiden. Namun komitmen ini harus diterjemahkan dalam roadmap nasional, pemanfaatan teknologi modern seperti drone dan big data analytics, serta protokol koordinasi permanen dengan Polri, Kejaksaan, KLH, dan pemerintah daerah,” kata Yulisman dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (3/9/2025).

Dalam Rencana Kerja 2026, Ditjen Gakkum telah merencanakan pemanfaatan drone, GPS, metering otomatis, dan sistem ICT untuk memperkuat pengawasan di lapangan.

Yulisman menilai rencana ini harus disertai peta jalan yang jelas agar modernisasi pengawasan memiliki dampak nyata dalam memutus mata rantai praktik pertambangan ilegal.

Ia menegaskan bahwa perlu ada target terukur, mulai dari jumlah titik rawan yang dipantau, jumlah kasus ilegal yang ditindak, hingga potensi penerimaan negara yang berhasil diselamatkan.

Data Ditjen Gakkum menunjukkan potensi PNBP yang hilang akibat pertambangan ilegal sangat besar. Oleh karena itu, Komisi XII mendesak Ditjen Gakkum menghitung secara resmi kerugian negara dan menetapkan target pemulihan PNBP sebagai indikator kinerja utama.

Di sisi lain, Yulisman menekankan pentingnya harmonisasi regulasi pusat dan daerah agar kepastian hukum terjaga dan iklim investasi legal tidak terganggu.

Yulisman juga menyoroti lemahnya koordinasi antar-APH yang selama ini kerap berjalan parsial. Ia meminta adanya protokol koordinasi permanen agar langkah penindakan tidak berhenti pada sanksi administratif semata, tetapi juga menghasilkan efek jera serta penyelamatan aset negara.

Selain itu, mekanisme pemulihan lingkungan pasca-penindakan harus disiapkan agar pemberantasan tambang ilegal tidak menimbulkan konflik sosial dan meninggalkan lahan kritis.

Komisi XII DPR RI berkomitmen mengawal modernisasi pengawasan berbasis teknologi, integrasi data pengawasan lintas APH, harmonisasi regulasi pusat dan daerah, serta evaluasi tahunan terhadap dampak pemberantasan tambang ilegal terhadap PNBP dan tata kelola SDA.

“Dengan langkah terintegrasi, kita bisa wujudkan kedaulatan energi, perlindungan lingkungan, dan optimalisasi penerimaan negara,” tuturnya, dikutip dari Antara. []

Leave a Reply