WAKIL Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae menyampaikan isu pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM) jalan tol bukanlah hal baru, namun hingga kini kerap menjadi keluhan utama masyarakat pengguna. Sebab itu, ia menekankan pelayanan jalan tol harus dipandang sebagai hak publik yang wajib dijamin oleh negara, bukan sekadar tanggung jawab teknis operator.
“Komisi V DPR RI sudah sering kali melakukan kunjungan kerja ke berbagai ruas tol di Indonesia, bertemu dengan mitra yang sama, membahas persoalan yang sama. Karena itu kami sangat mengharapkan agar Pemerintah selaku regulator dan BUJT sebagai operator terus meningkatkan pelayanan dan pemenuhan SPM Jalan Tol,” ujar Ridwan saat membuka agenda Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI ke Kantor Jalan Tol PT Marga Trans Nusa (MTN) di Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten, Kamis (13/5/2025).
Lebih lanjut, ia menjelaskan, selama beberapa tahun terakhir, Komisi V mencatat sejumlah keluhan publik yang berulang terkait kualitas jalan, penerangan, serta aspek keselamatan di sejumlah ruas tol. Padahal, ungkapnya, seluruh pengguna jalan telah membayar tarif yang seharusnya diimbangi dengan layanan memadai.
“Kita semua harus sadar bahwa SPM Jalan Tol bukanlah sekadar persoalan teknis, tetapi merupakan hak publik, hak masyarakat yang telah membayar tol, yang harus dijamin oleh negara,” tegasnya, dikutip dari laman DPR RI.
Ia pun mengingatkan, tanggung jawab atas mutu pelayanan ini melekat pada dua pihak utama yakni pemerintah sebagai regulator, melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai operator.
Apalagi, negara, paparnya, tidak boleh hanya menjadi pengawas di atas kertas, melainkan harus aktif memastikan bahwa setiap BUJT menunaikan kewajiban pelayanan publik sebagaimana diatur dalam regulasi.
“Negara, melalui BPJT, harus memastikan BUJT tidak hanya mengejar keuntungan bisnis, tetapi secara ketat mematuhi komitmen kualitas layanan publik yang telah ditetapkan,” ujarnya.
Secara khusus, Ridwan menyoroti ruas Tol Kunciran–Serpong, yang menjadi salah satu lokasi evaluasi Komisi V. Ia menyebut, pemenuhan SPM di ruas tersebut tidak boleh terbatas pada aspek kelayakan jalan semata, tetapi harus meliputi faktor keselamatan dan kenyamanan pengguna.
Oleh karena itu, ia mengingatkan pengecekan rutin terhadap kondisi jalan, pemantauan arus lalu lintas, serta ketersediaan penerangan menjadi aspek krusial yang tidak boleh diabaikan.
“Pengecekan rutin terhadap kondisi jalan, pemantauan arus lalu lintas, serta ketersediaan penerangan yang memadai harus dilakukan secara konsisten dan transparan. Hal ini penting agar keluhan publik yang berulang terkait layanan jalan tol dapat mulai diatasi,” tuturnya.
Komisi V, lanjutnya, mengingatkan pentingnya evaluasi berkala oleh BUJT dan BPJT terhadap pelaksanaan SPM di seluruh jaringan jalan tol nasional. Menurutnya evaluasi tersebut bukan sekadar formalitas laporan, melainkan harus disertai tindak lanjut nyata di lapangan.
Maka dari itu, dirinya mendesak agar hasil temuan DPR di lapangan tidak berhenti di meja rapat, tetapi direspons dengan langkah korektif yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat. “Komisi V menekankan agar BUJT bersama BPJT melakukan evaluasi berkala terhadap implementasi SPM dan menindaklanjuti hasil temuan di lapangan dengan langkah korektif yang nyata,” ujarnya.
Sebagai informasi, Komisi V memang kerap menemukan fakta lapangan yang menunjukkan kesenjangan antara laporan operator dan pengalaman masyarakat pengguna. Masih banyak ruas tol yang belum memenuhi SPM, mulai dari kondisi permukaan jalan yang bergelombang, drainase buruk, hingga minimnya penerangan dan rambu peringatan di malam hari.
Oleh karena itu, Komisi V tidak akan berhenti pada fungsi pengawasan administratif semata. Dengan semakin luasnya jaringan tol di Tanah Air, yang kini mencapai lebih dari 2.800 kilometer, pengawasan terhadap kualitas layanan menjadi kunci agar keberadaan tol tidak hanya menguntungkan investor, tetapi juga benar-benar menghadirkan manfaat sosial-ekonomi bagi publik.
“Jalan tol harus menjadi simbol kemajuan yang berkeadilan, bukan sekadar proyek ekonomi. Ketika masyarakat membayar tol, maka negara wajib menjamin mereka memperoleh keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam setiap perjalanan,” pungkas Politisi Fraksi Partai Golkar itu. []











