Misbakhun Pastikan Konflik Iran-Israel Belum Ganggu Subsidi BBM Dalam Negeri

KETUA Komisi XI DPR, Mukhamad Misbakhun menilai gejolak konflik Iran-Israel belum memberikan tekanan signifikan terhadap fiskal Indonesia, khususnya dalam hal subsidi bahan bakar minyak (BBM).

Menurut dia, selama harga minyak dunia belum melewati asumsi harga minyak mentah Indonesia (ICP) yang ditetapkan dalam APBN 2025 sebesar 82 dolar AS per barel, maka ruang fiskal pemerintah masih terjaga.

Sebagai informasi, harga minyak mentah Brent tercatat 67.31 dolar AS per barel pada penutupan 27 Juni 2025, sementara minyak mentah WTI berada di level 65.07 dolar AS per barel.

“Saat ini harga belum menyentuh 82 (dolar AS per barel). Masih di kisaran 75, bahkan ada yang naik 76, dan sebagian 79. Artinya apa ? Dari sisi harga minyak, kita masih sangat aman. Subsidi BBM, subsidi energi kita masih bisa kita kategorikan waswas, tapi secara real masih di dalam kontrol sepenuhnya dalam angka-angka APBN,” kata Misbakhun dalam diskusi publik INDEF yang bertajuk “Dampak Perang Iran-Israel terhadap Perekonomian Indonesia”, Jakarta, Minggu (29/6/2025), dikutip dari Antara.

Misbakhun menjelaskan bahwa analisa risiko kenaikan harga minyak akibat eskalasi geopolitik telah disiapkan, termasuk skenario apabila kenaikan harga minyak mencapai 100 dolar AS per barel. Dalam skenario itu, inflasi diperkirakan masih tetap aman berada di level 2,70 persen.

“(Asumsi) Inflasi kita 2,5±1 persen, itu sebuah range yang sangat aman apabila ada risiko minyak melewati harga 82 dolar AS sampai 100 dolar AS, dan pemerintah kemudian menaikkan harga minyak subsidi di kisaran 10 persen,” jelasnya.

Meskipun demikian, ia tak menampik bahwa jika harga minyak terus menanjak hingga di atas 100 dolar per barel, skenario penyesuaian harga BBM bersubsidi akan masuk dalam pertimbangan pemerintah. Namun menurutnya harus ditakar dengan cermat agar tidak berdampak serius pada inflasi dan daya beli masyarakat.

Di sisi lain, Misbakhun menilai Indonesia justru bisa mengambil manfaat dari kenaikan harga komoditas imbas konflik Iran-Israel. Ia menyebut harga batu bara, minyak sawit mentah (CPO), dan mineral logam seperti nikel cenderung naik bersamaan mengikuti harga minyak dunia. Ini bakal menjadi peluang bagi Indonesia sebagai negara eksportir komoditas tersebut.

“Indonesia adalah net importer minyak, tapi kita juga eksportir komoditas yang nilainya melonjak saat harga minyak naik. Ini memperkuat penerimaan pajak dan non-pajak kita. Jadi, dampaknya tidak bisa dilihat satu sisi saja, perlu disimulasikan secara komprehensif,” kata Misbakhun.

Namun ia mengingatkan bahwa kondisi ini harus terus dimonitor karena belum tentu berbanding lurus dengan ketahanan fiskal. Misbakhun kemudian menyoroti rendahnya realisasi anggaran belanja pemerintah hingga Mei 2025 yang baru mencapai 28,1 persen, serta realisasi APBN yang hanya 33,1 persen.

Ia pun mendorong Kementerian Keuangan dan instansi fiskal terkait agar menyampaikan perhitungan yang komprehensif kepada Presiden, agar keputusan terkait BBM subsidi dan pengelolaan APBN dapat diambil dengan akurat dan antisipatif.

Adapun dalam perkembangan terakhir konflik Iran-Israel, Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Seyed Abbas Araghchi pada Sabtu (28/6/2025) pagi waktu setempat mengatakan bahwa jika Presiden Amerika Donald Trump tulus ingin mencapai kesepakatan dengan Teheran, ia harus menghentikan sikap tidak hormat terhadap pemimpin tertinggi Iran, Ali Khamenei.

Araghchi menyampaikan pernyataan tersebut dalam sebuah unggahan di platform media sosial X sambil mengutuk beberapa contoh penggunaan bahasa yang tidak sopan oleh presiden AS saat berbicara tentang Pemimpin Tertinggi Iran Ali Khamenei.

“Jika Presiden Trump benar-benar menginginkan sebuah kesepakatan, ia harus berhenti bersikap tidak hormat pada Pemimpin Tertinggi Iran serta berhenti menyakiti jutaan pengikutnya (Khamenei) yang tulus,” ujar Araghchi, seraya menyatakan bahwa niat baik akan melahirkan niat baik, dan sikap hormat akan melahirkan sikap hormat. []