KETUA Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menegaskan bahwa daerah-daerah penghasil sumber daya alam (SDA) seperti Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tidak boleh terjebak dalam kondisi resource curse atau “kutukan SDA”, di mana kekayaan alam yang melimpah tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan masyarakat.
Penegasan itu disampaikan Misbakhun saat memimpin Kunjungan Kerja Reses Komisi XI DPR RI ke Bangka Belitung, Jumat (12/12/2025), yang berfokus pada evaluasi tata kelola penerimaan negara dan distribusi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam bagi daerah.
Bangka Belitung selama ini dikenal sebagai salah satu penghasil timah terbaik dunia, dengan sejarah panjang eksploitasi sejak masa kolonial. Namun, Misbakhun mengingatkan bahwa kekayaan tambang tidak otomatis menjamin kemajuan apabila tidak dikelola dengan visi kebijakan yang tepat.
“Kita sebagai bangsa besar tidak boleh terjebak pada situasi kutukan SDA. Sumber daya alam yang melimpah harus benar-benar menyejahterakan rakyatnya, bukan sebaliknya,” tegas Misbakhun, dikutip dari laman DPR RI.
Menurutnya, penting bagi pemerintah pusat dan daerah untuk memastikan bahwa nilai tambah dari eksploitasi timah — mulai dari perizinan, perpajakan, hingga pengelolaan smelter — dapat kembali ke masyarakat dalam bentuk pembangunan infrastruktur, layanan publik, dan peningkatan kualitas hidup.
Evaluasi Mendalam
Dalam pertemuan dengan perwakilan mitra kerja dari Kementerian Keuangan, Bapenas, BPK RI, BPKP, serta Pemerintah Provinsi Babel, Komisi XI menggali data terkait: besaran transfer DBH SDA yang diterima kabupaten/kota, formula penghitungan DBH, efektivitas pemanfaatan dana tersebut dalam pembangunan daerah.
Misbakhun mengungkapkan bahwa BPK RI telah menyampaikan bahwa alokasi DBH untuk Babel sejauh ini sesuai ketentuan. Namun, DPR masih membutuhkan data rinci terkait berapa kilometer jalan yang telah dibangun, bagaimana dampaknya pada pendidikan, kesehatan, telekomunikasi, serta infrastruktur desa.
“DBH itu harus kita ukur manfaatnya. Berapa infrastruktur yang terbangun? Bagaimana pengaruhnya terhadap kualitas layanan publik? Ini yang kita minta datanya secara detail,” ujar Misbakhun.
Antisipasi Pasca-Eksploitasi
Selain persoalan fiskal, Misbakhun menyoroti pentingnya strategi jangka panjang pasca-ekploitasi tambang. Daerah harus menyiapkan konsep reklamasi, rehabilitasi lahan, dan alih fungsi kawasan bekas tambang agar tetap produktif dan berdampak ekonomi.
“Setelah SDA habis, apa yang disiapkan? Ini yang paling penting. Jangan sampai kita hanya meninggalkan lubang-lubang bekas tambang tanpa rencana lanjutan,” katanya.
Ia mencontohkan rencana pemanfaatan lahan bekas tambang untuk pertanian dan kegiatan ekonomi produktif lain yang harus mulai disusun secara serius agar tidak menimbulkan beban lingkungan dan sosial di masa depan.
Kreatif Kelola Keuangan Daerah
Kunjungan ini juga merupakan bagian dari fungsi pengawasan Komisi XI DPR RI terhadap pelaksanaan UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah (HKPD). Undang-undang tersebut dirancang agar daerah lebih kreatif dalam menggali pendapatan serta efisien dalam penggunaan anggaran.
Komisi XI ingin memastikan hak-hak fiskal daerah terpenuhi melalui DAU, DAK, dan DBH, namun di saat yang sama mendorong perbaikan tata kelola. “Daerah harus memperbaiki tata kelola keuangannya. Daerah yang efisien nantinya akan mendapatkan perlakuan khusus dalam alokasi anggaran,” jelasnya.
Di akhir wawancara, Misbakhun kembali mengingatkan bahwa daerah penghasil SDA harus memanfaatkan masa kejayaannya untuk membangun basis ekonomi yang lebih luas, bukan hanya bergantung pada komoditas tambang.
“Kita punya kesempatan memperbaiki ekosistem pengelolaan keuangan negara dan daerah. Jangan sampai SDA melimpah tetapi masyarakatnya tidak sejahtera. Itu yang kita hindari,” katanya. []











