ANGGOTA Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun menyerukan perlunya solusi terpadu untuk mengatasi masalah likuiditas yang menjadi penghambat utama dalam mewujudkan program 3 juta rumah.
Dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (21/8/2025), Misbakhun mengatakan keterbatasan likuiditas dan tingginya suku bunga menjadi tantangan utama, mengingat sektor perumahan membutuhkan pembiayaan jangka panjang dengan bunga rendah.
Masalah ini dinilai tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab pengembang atau perbankan, melainkan memerlukan kebijakan publik yang terpadu.
“Tanpa intervensi negara, maka ketimpangan antara kebutuhan rumah dan kemampuan pembiayaan akan semakin melebar. Oleh sebab itu, diperlukan solusi yang menyeluruh, yang melibatkan regulasi fiskal, dukungan moneter, serta kerja sama lintas lembaga,” kata Misbakhun, yang merupakan Ketua Komisi XI DPR RI yang membidangi keuangan, moneter, dan jasa keuangan, dikutip dari Antara.
Untuk mengatasi masalah ini, Parlemen mengusulkan beberapa langkah komprehensif yang melibatkan berbagai lembaga.
Ia menekankan pentingnya menambah alokasi likuiditas untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program ini dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam menyediakan rumah bersubsidi dengan bunga rendah, sekaligus menunjukkan kehadiran negara dalam membantu masyarakat memiliki hunian.
Ia juga mengusulkan agar lembaga pembiayaan sekunder diperkuat perannya sebagai penjamin likuiditas.
Lembaga ini dapat membeli portofolio Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) dari bank, sehingga bank memiliki lebih banyak ruang untuk menyalurkan kredit baru. Skema ini juga akan menyebarkan risiko kredit dan menjaga stabilitas sektor keuangan.
Ia juga menilai perlu ada insentif pajak, seperti keringanan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan percepatan perizinan bagi pengembang yang membangun perumahan terjangkau.
“Langkah ini akan membuat modal kerja pengembang lebih likuid dan harga rumah tetap terjangkau bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Di sisi perbankan, ia menyarankan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk memperluas instrumen likuiditas makroprudensial.
Contohnya adalah dengan menurunkan rasio uang muka untuk pembelian rumah pertama atau menyediakan fasilitas repo berbasis aset perumahan, sehingga akses kredit menjadi lebih mudah tanpa mengorbankan kehati-hatian perbankan.
Selain itu, Parlemen juga mendorong penerbitan instrumen pembiayaan inovatif seperti obligasi sektor perumahan atau sukuk berbasis properti.
“Instrumen ini dapat menjadi alternatif sumber dana jangka panjang bagi pengembang maupun pemerintah daerah dalam membiayai proyek-proyek perumahan. Dengan basis pasar modal, beban pembiayaan tidak hanya bertumpu pada ABBN dan perbankan semata,” ujar Misbakhun. []