GELOMBANG proteksionisme industri kini justru menguat di banyak negara yang selama ini dikenal sebagai penganut ekonomi liberal. Ironisnya, di tengah arus global tersebut, Indonesia dinilai masih belum sepenuhnya berani mengambil sikap tegas untuk melindungi industri dalam negeri dari gempuran produk impor.
Atas fenomena tersebut Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita secara terbuka mengkritisi sikap kita selama ini yang dinilainya masih setengah hati dalam membendung arus impor. Ia menilai, keraguan tersebut berpotensi menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan industri nasional jika tidak segera diatasi dengan kebijakan yang lebih tegas dan konsisten.
“Indonesia malu-malu terkesan malu-malu untuk melindungi industri dalam negerinya. Ini kan sangat disayangkan,” kata Agus saat membuka Business Matching Produk dalam Negeri di Gedung Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Senin (15/12/2025).
“Semua negara yang kita anggap paling liberal justru dia memproteksi, kita kok malu-malu memproteksi,” tambahnya, dikutip dari Golkarpedia.
Agus menegaskan, tren global saat ini justru menunjukkan negara-negara berlomba memperketat pintu impor demi menjaga daya saing industri domestik. Ia mencontohkan Meksiko yang baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pembatasan impor secara lebih ketat.
Menurutnya, jika Indonesia tidak mampu melakukan mitigasi secara tepat dan cepat, maka dampaknya akan langsung dirasakan oleh sektor industri nasional. “Kalau kita tidak bisa mitigasi dengan baik, tentu pasti akan ada dampaknya bagi industri dalam negeri,” ujar Agus.
Politikus Partai Golkar itu mengaku persoalan impor menjadi bahan renungan serius, bahkan hingga menjelang waktu istirahatnya. Dari perenungan tersebut, ia menyimpulkan bahwa tantangan terbesar dalam pengendalian impor adalah kekuatan jaringan mafia impor yang dinilainya sangat masif.
“Saya pikir kekuatan mafia impor itu luar biasa, itu yang menjadi tantangan bagi kita,” kata Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar tersebut.
Sebagai langkah konkret, Kementerian Perindustrian terus mendorong kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) sebagai instrumen perlindungan industri nasional. Kebijakan ini diarahkan untuk memperkuat pemanfaatan produk dan jasa dalam negeri, terutama dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Pengadaan pemerintah dinilai memiliki peran strategis dalam menjaga keberlangsungan industri nasional, karena mampu menciptakan kepastian permintaan bagi produsen dalam negeri.
Data Produsen Bersertifikasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Tahun 2023–2024 yang dihimpun Kemenperin menunjukkan sektor industri yang produknya banyak terserap dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah mengalami pertumbuhan yang jauh lebih pesat dibanding sektor lainnya.
“Temuan ini menegaskan bahwa pengadaan pemerintah memberikan kepastian permintaan yang berperan penting dalam pengembangan kapasitas industri,” ungkap Agus.
Sebagaimana diketahui, persoalan impor telah lama menjadi momok bagi perekonomian nasional. Masuknya barang-barang impor murah secara masif ke pasar domestik tidak hanya menekan daya saing industri besar, tetapi juga memukul pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Tak sedikit industri manufaktur yang terpaksa menghentikan operasionalnya akibat tidak mampu bersaing dengan produk impor. Menyadari kondisi tersebut, pemerintah dalam beberapa waktu terakhir mulai mengambil langkah pengetatan impor, salah satunya melalui perbaikan kinerja Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. []











