MENTERI Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong perusahaan kimia global AGC Chemicals Company untuk memindahkan kantor pusatnya yang saat ini berada di Thailand ke Indonesia.
Menperin menyatakan langkah tersebut akan memperkuat komitmen investasi grup multinasional yang telah mencapai 1,6 miliar dolar AS itu melalui anak usaha di Indonesia PT Asahimas Chemical, sekaligus menegaskan kepercayaan global terhadap prospek industri manufaktur nasional.
“Indonesia memiliki pasar besar, tenaga kerja kompetitif, dan ekosistem industri yang semakin matang. Sudah saatnya Indonesia menjadi pusat kendali operasi AGC di Asia Tenggara,” ujarnya sebagaimana keterangan diterima di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (23/10/2025), dikutip dari Antaranews.
Dijelaskan dia, perusahaan yang beroperasi selama 36 tahun di Cilegon, Banten ini telah menyerap tenaga kerja lebih dari 3.000 orang.
Saat ini, perusahaan asal Jepang itu memproduksi tiga komoditas utama yang menjadi fondasi bagi berbagai industri manufaktur, yakni Polivinil Klorida (PVC) dengan kapasitas sebesar 750.000 ton per tahun, Kaustik Soda (NaOH) dengan kapasitas sebesar 679.800 ton per tahun, dan Monomer Vinil Klorida (VCM) dengan kapasitas sebesar 800.000 ton per tahun.
Produk-produk perusahaan global yang berinduk di Jepang tersebut mampu memenuhi kebutuhan bahan baku bagi lebih dari 400 industri turunan di dalam negeri maupun mancanegara, mulai dari industri pipa plastik, komponen otomotif, peralatan rumah tangga hingga infrastruktur konstruksi.
Disampaikan dia, pada Rabu (22/10) di Jakarta, dirinya melakukan pertemuan dengan direksi AGC dan Asahimas. Dalam pertemuan itu ia menegaskan komitmen pemerintah untuk menjaga iklim usaha industri PVC dan produk turunannya melalui revisi SNI 59:2017 tentang Resin Polivinil Klorida.
Revisi ini bertujuan menjadikan SNI PVC sebagai instrumen nontarif (NTB) untuk melindungi industri dalam negeri sekaligus menjamin keamanan konsumen.
Menurut Menperin, pendekatan yang dirujuk adalah dengan mengatur standar bahan baku, karena kandungan merkuri dalam produk akhir sulit dideteksi melalui alat uji laboratorium. “Revisi SNI ini bukan sekadar panduan teknis, tetapi langkah strategis untuk memperkuat kemandirian industri hulu kita,” ucap Agus.
Data Kemenperin menunjukkan, rata-rata utilisasi produksi PVC mencapai 88 persen dalam lima tahun terakhir, dengan nilai ekspor 321,3 juta dolar AS dan impor 53,8 juta dolar AS pada tahun 2024.
Meski surplus, impor PVC dari China meningkat signifikan hingga 22,2 persen per tahun, karena adanya pengalihan arus perdagangan akibat hambatan nontarif di negara lain seperti India dan Australia.
Menperin juga menyoroti pentingnya ketersediaan bahan baku garam dan pasokan gas bagi industri, yang merupakan input vital bagi industri chlor-alkali plant (CAP) dan soda ash.
Berdasarkan data Kemenperin, kebutuhan garam industri CAP mencapai 2,3 juta ton per tahun, sementara pasokan domestik masih bergantung pada impor hingga 90 persen.
“Ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi pengembangan industri garam nasional. Pemerintah akan memperkuat industrialisasi garam untuk mendukung substitusi impor dan memastikan ketersediaan bahan baku bagi industri kimia,” katanya. []