Menperin Agus Gumiwang: PMI Bukan Tolok Ukur Utama, IKI Lebih Akurat Cerminkan Kinerja Manufaktur Indonesia

KINERJA sektor manufaktur Indonesia terus menunjukkan sinyal positif pada awal kuartal IV-2025 yang didorong oleh permintaan domestik yang kuat.

Namun, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menegaskan, Purchasing Managers’ Index (PMI) bukan pegangan utama dalam membaca kondisi industri dan merumuskan kebijakan industri. Sebab, PMI hanya menyajikan data makro dan belum secara detail menjelaskan kinerja per subsektor industri.

Sebagai gantinya, Kemenperin menggunakan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang dinilai lebih komprehensif dengan sampel dari lebih banyak industri dalam negeri serta lebih akurat dalam mencerminkan kinerja manufaktur nasional.

Terkait hal itu, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita mengajak semua pihak untuk cermat dan bijak menggunakan data PMI dari S&P Global setiap bulan.

“PMI bulanan yang dikeluarkan lembaga tersebut didasarkan pada sampel industri lebih sedikit dibanding sampel IKI,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Senin (3/11/2025).

Selain itu, kata Agus, PMI S&P Global belum cukup detail menggambarkan kondisi subsektor industri. Padahal, dinamika tiap subsektor industri berbeda-beda.

Oleh karenanya, Kemenperin menggunakan data IKI untuk membaca situasi makro industri dan merumuskan kebijakan. “Data PMI bukan data utama kami dalam membaca situasi terkini manufaktur dan juga dalam perumusan kebijakan,” ungkap Agus.

Adapun PMI yang dirilis S&P Global tercatat naik dari posisi 50,4 pada September menjadi 51,2 pada Oktober 2025. Capaian itu menandai ekspansi manufaktur tiga bulan berturut-turut dan menunjukkan stabilitas momentum pertumbuhan industri nasional di tengah tekanan ekonomi global.

Catatan Kemenperin menunjukkan, berdasarkan komponen pembentuk PMI, pesanan baru (new orders) naik dari 51,7 menjadi 52,3, sedangkan tingkat ketenagakerjaan meningkat dari 50,7 ke 51,3.  Kenaikan itu mencerminkan meningkatnya kepercayaan pasar dan kapasitas produksi industri nasional.

Agus mengatakan, pihaknya juga melihat adanya peningkatan penyerapan tenaga kerja pada laju tercepat sejak Mei 2025.  “Ini sinyal baik karena aktivitas industri kembali mendorong penciptaan lapangan kerja,” terangnya.

Sementara itu, output atau aktivitas produksi tetap stabil pada level 50,0, menandakan pelaku industri masih menjaga keseimbangan antara kapasitas produksi dan permintaan pasar.

Laporan menyebutkan, beberapa pelaku industri menggunakan stok yang ada untuk memenuhi kenaikan pesanan baru sehingga stok barang jadi menurun tipis.

Ketahanan manufaktur Indonesia Lebih lanjut, Agus mengatakan, peningkatan kinerja industri nasional di tengah tekanan global menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Indonesia yang semakin kuat.

“Walaupun ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri kita,” ujarnya.

Sementara itu, output atau aktivitas produksi tetap stabil pada level 50,0, menandakan pelaku industri masih menjaga keseimbangan antara kapasitas produksi dan permintaan pasar.

Laporan menyebutkan, beberapa pelaku industri menggunakan stok yang ada untuk memenuhi kenaikan pesanan baru sehingga stok barang jadi menurun tipis.

Ketahanan manufaktur Indonesia

Lebih lanjut, Agus mengatakan, peningkatan kinerja industri nasional di tengah tekanan global menunjukkan ketahanan sektor manufaktur Indonesia yang semakin kuat.

“Walaupun ekspor masih melambat akibat pelemahan permintaan di pasar utama seperti Amerika Serikat (AS) dan Eropa, kekuatan konsumsi dalam negeri menjadi motor utama pertumbuhan industri kita,” ujarnya.

Oleh karenanya, Kemenperin terus menjaga daya saing industri melalui efisiensi produksi, peningkatan nilai tambah, serta program upskilling dan reskilling tenaga kerja industri.

Di sisi lain, catatan S&P Global menyebutkan, inflasi harga input mencapai level tertinggi dalam delapan bulan terakhir akibat kenaikan harga bahan baku, tetapi kenaikan harga jual oleh produsen masih terbatas.

“Hal ini menunjukkan bahwa pelaku industri menjaga daya saing harga produk dalam negeri agar tetap kompetitif, sekaligus menahan inflasi di tingkat konsumen,” jelas Agus.

Dalam konteks regional, PMI manufaktur ASEAN juga meningkat ke level 51,6 pada Oktober 2025. Indonesia (51,2) masih berada di zona ekspansi bersama Thailand (56,6), Vietnam (54,5), dan Myanmar (53,1).

Sementara itu, beberapa negara besar dunia, seperti China (51,2) dan India (57,7), juga menunjukkan ekspansi terbatas, menandakan adanya stabilisasi aktivitas manufaktur global.

Agus menegaskan, Kemenperin akan terus memantau perkembangan indikator manufaktur sebagai dasar perumusan kebijakan industri nasional. Dia pun optimistis sektor manufaktur akan tetap menjadi motor penggerak utama ekonomi nasional.

“Kemenperin terus memastikan iklim usaha kondusif, memperkuat daya saing, dan mendorong transformasi menuju industri hijau dan berkelanjutan,” tegas Agus. []

 

Leave a Reply