UU Perlindungan Konsumen Dianggap Ketinggalan Zaman, Nurdin Halid Dorong Regulasi Baru

WAKIL Ketua Komisi VI DPR RI sekaligus Ketua Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Nurdin Halid, menegaskan bahwa revisi UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sudah menjadi kebutuhan mendesak.

Hal itu disampaikan Nurdin saat melakukan kunjungan kerja ke Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar untuk menyerap masukan dari kalangan akademisi.

Menurutnya, UU yang telah berusia 26 tahun tersebut sudah tidak lagi mampu mengantisipasi perkembangan teknologi, globalisasi, serta era digitalisasi yang memunculkan berbagai pola transaksi dan potensi pelanggaran baru.

“Undang-Undang ini sudah terlalu lama. UU Nomor 8 Tahun 1999 tidak lagi antisipatif terhadap perkembangan teknologi, globalisasi, dan era digital. Karena itu kita harus menggantinya dengan Undang-Undang baru yang relevan dan responsif,” ujar Nurdin saat diwawancarai Parlementaria saat Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VI DPR RI di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (13/11/2025).

Sebagai Ketua Panja RUU, ia menekankan pentingnya partisipasi publik secara maksimal dalam penyusunan regulasi baru. Selama lima bulan terakhir, Panja intens berdiskusi dan berdebat sambil menerima masukan dari berbagai pihak, mulai dari akademisi, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga lembaga perlindungan konsumen.

“Saya sebagai Ketua Panja sangat mengharapkan partisipasi publik yang maksimal. Masukan dari akademisi, LSM, maupun lembaga perlindungan konsumen sangat penting agar Undang-Undang ini benar-benar antisipatif terhadap dinamika zaman,” jelas Politisi Fraksi Partai Golkar ini, dikutip dari laman DPR RI.

Kunjungan ke Unhas Makassar, menurutnya, merupakan bagian dari langkah sistematis untuk memperkaya Naskah Akademik dan memperdalam substansi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang tengah disusun.

“Kami mendapatkan masukan yang luar biasa dari kampus Unhas. Ini akan kami dalami dalam proses penyusunan Naskah Akademik dan RUU itu sendiri,” tambahnya.

Komisi VI berharap, UU baru nantinya dapat memberikan perlindungan maksimal kepada masyarakat di tengah maraknya perdagangan digital, e-commerce lintas negara, hingga fenomena disrupsi teknologi yang terus berkembang. []

Leave a Reply