KOMISI III DPR RI menilai sistem pembuktian dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) lama perlu direvisi secara mendasar.
Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menegaskan bahwa ketentuan dua alat bukti ditambah keyakinan hakim yang diatur dalam KUHAP saat ini berpotensi melahirkan asas praduga bersalah yang bertentangan dengan prinsip hukum modern.
“Kalau kesaksian hanya dianggap bagian dari penilaian hakim, lalu ditambah keyakinan hakim, ini tipikal sistem kita yang masih mengarah pada presumption of guilty. Padahal sistem hukum seharusnya menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah,” ujar Soedeson dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI bersama Kementerian Hukum dan HAM serta Komnas HAM di Ruang Rapat Komisi III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/9/2025), dikutip dari laman DPR RI.
Menurutnya, kelemahan sistem pembuktian ini telah lama menjadi sorotan karena membuka ruang bagi putusan yang tidak objektif. Ketentuan “dua alat bukti ditambah keyakinan hakim” sering kali dipandang tidak memberikan kepastian hukum, sebab keyakinan hakim bisa sangat subjektif dan tidak selalu berpijak pada fakta yang terukur.
Soedeson menilai, kelemahan tersebut harus menjadi perhatian serius dalam pembahasan RUU KUHAP yang sedang berlangsung. Ia mengingatkan bahwa tanpa perbaikan mendasar, sistem hukum akan tetap berisiko menimbulkan ketidakadilan bagi masyarakat, khususnya bagi pihak yang berhadapan dengan proses peradilan pidana.
“Kalau kita tidak hati-hati merumuskan ulang, KUHAP hasil revisi nanti bisa tetap meninggalkan celah yang sama. Itu akan melemahkan kepercayaan publik pada hukum dan aparat penegak hukum,” tegas Legislator Fraksi Partai Golkar dapil Papua Tengah.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pembuktian yang kuat dan jelas merupakan fondasi dari sistem peradilan yang adil. Karena itu, ia mendorong agar rumusan baru sistem pembuktian dalam RUU KUHAP benar-benar memperhatikan standar hukum universal, praktik terbaik di berbagai negara, sekaligus sesuai dengan konteks kebutuhan Indonesia.
Soedeson berharap dengan perbaikan sistem pembuktian, RUU KUHAP dapat menghadirkan keadilan substantif, menjamin hak-hak terdakwa, dan pada saat yang sama menjaga integritas peradilan pidana nasional. []