MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan dampak krusial dari tingginya impor energi terhadap perekonomian nasional.
Bahlil menyebut, ketergantungan pada impor minyak (crude oil dan BBM) telah mengakibatkan hilangnya devisa negara sebesar Rp523 triliun per tahun.
Jika angka fantastis ini berhasil ditahan, Bahlil meyakini pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa melonjak signifikan, yakni minimal 2 persen hingga 3 persen.
“Kalau kita mampu tidak mengimpor BBM kita, maka saya pastikan devisa kita akan tinggal di dalam negeri dan itu bisa menjadi daya ungkit untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,” terang Bahlil di Jakarta, dikutip Selasa (9/12/2025), dari Antaranews.
Data 2024 menunjukkan jurang lebar antara kebutuhan dan produksi dalam negeri, di mana produksi minyak mencapai 221 juta barel, sedangkan impor minyak mencapai 313 juta barel, termasuk 201 juta barel dalam bentuk BBM.
Sedangkan konsumsi BBM Nasional 532 juta barel, yang terbanyak digunakan sektor transportasi, 52 persen.
Selain minyak, Indonesia juga sangat bergantung pada impor gas, terutama LPG, untuk kebutuhan dalam negeri. Adapun, konsumsi LPG domestik mencapai 8,5 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya mampu 1,3 juta ton.
“Jadi kita impor 7,2 ton per tahun, dan LPG ini tidak bisa kita bangun di Indonesia semuanya karena bahan bakunya tidak ada,” jelas Bahlil.
Bahlil memastikan bahwa impor energi akan ditekan melalui strategi transisi. Pasokan Gas Alam Cair akan tetap dijamin oleh produksi nasional dan tidak ada rencana impor, kemudian implementasi B50 tahun depan akan mengurangi impor solar, dan kebijakan campuran etanol 10 persen dengan BBM dijadwalkan mulai 2027. []











