Menteri Bahlil Dorong Hilirisasi Bauksit, Jamin Harga Tetap Stabil Meski Smelter Bertambah

MENTERI Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mendorong hilirisasi bauksit, serta menjamin harga bauksit tidak akan jatuh meski smelter aluminium bertambah.

“Bauksit ini adalah salah satu komoditas yang akan kita dorong untuk hilirisasi dan sekarang kita sudah melarang ekspor bahan mentahnya,” ujar Bahlil ketika ditemui setelah membuka acara Mineral dan Batu bara (Minerba) Convex, di Jakarta, Rabu (15/10/2025), dikutip dari Antara.

Berdasarkan data Kementerian ESDM, Indonesia menempati peringkat keempat cadangan bauksit terbesar di dunia, dengan volume mencapai 9,8 persen dari cadangan global.

Lebih lanjut, Indonesia menempati posisi keenam tertinggi di dunia terkait produksi bauksit, dengan porsi kapasitas produksi mencapai 2,6 persen dari produksi global.

Pemerintah telah menghentikan ekspor bahan mentah bauksit sejak 2023 untuk mempercepat tumbuhnya industri pengolahan di dalam negeri. Adapun turunan dari bauksit adalah aluminium. “Total smelter aluminium yang sudah dibangun kapasitasnya itu 17,5 juta (ton) terhadap bahan-bahan bakunya,” ujar Bahlil.

Ia pun menjamin harga bauksit tetap terjaga dan tidak terjatuh meskipun smelter aluminium bertambah, sebagaimana yang terjadi kepada harga nikel sejak Indonesia gencar melakukan hilirisasi. Jaminan tersebut dilandasi oleh tingginya kebutuhan dalam negeri terhadap aluminium.

“Sekarang kita masih banyak impor untuk produk turunan dari bauksit, seperti aluminium. Jadi antara kebutuhan dalam negeri dan kapasitas industri, kebutuhannya masih lebih besar. Jadi tidak ada masalah,” kata Bahlil.

Di sisi lain, pemerintah menargetkan investasi di sektor hilirisasi minerba tahun 2025 mencapai sekitar 7 miliar-8 miliar dolar AS. Adapun hingga Agustus 2025, realisasi investasi tercatat telah mencapai kisaran 3 miliar-4 miliar dolar AS.

“Realisasinya sampai Agustus sekitar 3 miliar sampai 4 miliar dolar AS. Ini bagian dari langkah pemerintah untuk terus mendorong hilirisasi bauksit,” ujarnya.

Sebelumnya, PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) memproyeksikan permintaan untuk aluminium akan meningkat enam kali lipat dalam waktu 30 tahun ke depan, selaras dengan tren transisi energi.

Melati Sarnita, yang saat itu menjabat sebagai Direktur Pengembangan Bisnis Inalum, menyampaikan bahwa peningkatan permintaan tersebut berlangsung selaras dengan upaya transisi energi menuju energi baru dan energi terbarukan yang terjadi di tingkat global.

Dalam ekosistem kendaraan listrik, Inalum memainkan peran sebagai pendorong ekosistem dengan menyediakan bahan baku. Dengan demikian, Inalum tidak berkompetisi dengan industri nasional yang berperan untuk menjadi produsen battery pack. []