MENTERI Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan sengketa lahan 16,4 hektare di kawasan Tanjung Bunga, Makassar, merupakan kasus lama yang akarnya telah berlangsung puluhan tahun sebelum kepemimpinannya di ATR/BPN.
Adapun permasalahan ini melibatkan sejumlah pihak seperti PT Hadji Kalla, PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) serta Mulyono dan Manyombalang Dg. Solong.
“Kasus ini bukan produk kebijakan sekarang. Justru kini terungkap karena kami sedang berbenah dan menata ulang sistem pertanahan agar lebih transparan dan tertib,” ujar Nusron dalam keterangannya, Minggu (9/11/2025), dikutip dari Detik.
Penelusuran Kementerian ATR/BPN menunjukkan bahwa di atas bidang tanah yang kini disengketakan terdapat dua dasar hak, yakni:
Pertama, sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama PT Hadji Kalla, diterbitkan Kantor Pertanahan Kota Makassar pada 8 Juli 1996, berlaku hingga 24 September 2036.
Kedua, Hak Pengelolaan (HPL) atas nama PT Gowa Makassar Tourism Development (GMTD) Tbk, yang berasal dari kebijakan Pemerintah Daerah Gowa dan Makassar sejak 1990-an.
Selain kedua dasar hak tersebut, terdapat pula gugatan dari Mulyono, serta putusan pengadilan Nomor 228/Pdt.G/2000/PN Makassar antara GMTD melawan Manyombalang Dg. Solong, di mana GMTD dinyatakan menang.
Nusron menjelaskan, secara hukum, putusan tersebut memang hanya mengikat para pihak yang berperkara dan ahli warisnya, sehingga tidak otomatis berlaku terhadap pihak lain di lokasi yang sama. Namun, fakta hukum juga menunjukkan bahwa PT Hadji Kalla memiliki hak atas dasar penerbitan tersendiri.
“Fakta hukum menunjukkan bahwa di lahan itu terdapat beberapa dasar hak dan subjek hukum berbeda. Karena itu, penyelesaiannya harus berdasarkan data dan proses administrasi yang cermat, bukan dengan mengeneralisasi satu putusan,” jelas Nusron.
Nusron juga menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi di lapangan merupakan kewenangan Pengadilan Negeri Makassar sesuai putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). BPN, kata Nusron, menjalankan fungsi administratif sesuai data pertanahan.
“Secara administrasi, BPN berkewajiban memastikan bahwa objek tanah yang disebut dalam putusan sesuai dengan data pertanahan yang ada,” tegasnya.
Sebagai langkah koordinatif, BPN Kota Makassar telah mengirim surat resmi kepada Pengadilan Negeri Makassar untuk meminta klarifikasi dan koordinasi teknis.
“Termasuk perlunya konstatiring administratif sebelum pelaksanaan eksekusi agar tidak terjadi salah objek,” tegasnya.
Selain itu, Nusron menyebut kasus ini menjadi momentum penting untuk mempercepat pembersihan dan digitalisasi data lama, serta sinkronisasi peta bidang tanah guna mencegah sertifikat ganda dan overlapping di masa depan.
“Kalau hari ini kasus lama muncul ke publik, itu justru karena sistem kita sedang jujur dan dibuka. Kami ingin semua terang agar ke depan tidak ada lagi tumpang tindih,” katanya.
Nusron menegaskan bahwa BPN tidak berpihak kepada siapa pun, baik PT Hadji Kalla, PT GMTD (Lippo), Mulyono, maupun Manyombalang Dg. Solong.
BPN berfokus pada penertiban administrasi dan kepastian hukum pertanahan, dengan prinsip netralitas dan keterbukaan informasi.
“Kami berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan siapa pun. Fokus kami membenahi sistem agar ke depan setiap hak atas tanah berdiri di atas kepastian hukum,” tutup Nusron. []











