MENTERI Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengingatkan pentingnya mengontrol diri dalam menggunakan perangkat dan platform digital.
Tanpa kesadaran untuk mengendalikan penggunaan, orang bisa secara tanpa sadar menghabiskan banyak waktu di platform digital seperti media sosial.
“Ini kenapa kita perlu hadir untuk menyadarkan, mengetuk hati, bahwa penggunaan digital itu memang harus cermat, harus bijak, dan harus dikontrol penuh oleh si manusianya,” kata Meutya dalam acara Temu Nasional Pegiat Literasi Digital di Jakarta, Rabu (17/12/2025), dikutip dari Antaranews.
Dia menyoroti pengaruh penggunaan platform digital secara berlebihan terhadap kesehatan mental, terutama pada anak-anak.
Platform media soal bisa membuat pengguna terus menerus terpapar berbagai macam informasi, termasuk informasi negatif, dan hal itu bisa berpengaruh pada kondisi emosi dan kesehatan mental anak maupun remaja.
“Secara kesehatan juga sudah ada data-data yang mengatakan bahwa anak-anak terdampak mental illness, gangguan mental, menjadi sesuatu yang sekarang menjadi semakin banyak diperbincangkan di tengah ranah digital yang begitu cepat (berkembang) ini,” Meutya menjelaskan.
Dia juga mengutip pernyataan ahli kesehatan tentang pengaruh paparan konten berdurasi pendek di ruang digital terhadap kemampuan manusia dalam memperhatikan dan mengingat materi panjang.
“Katanya para ahli kesehatan, time span ingatan manusia juga menjadi agak sulit untuk menerima bahan yang panjang,” katanya.
Menteri Komunikasi dan Digital mendorong Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK) menggunakan cara-cara yang inovatif dalam upaya untuk meningkatkan literasi digital masyarakat. “Karena enggak cukup lagi mengatakan ‘nyalakan internet, gunakan secara bijak’,” katanya.
Sebagai contoh, ia menyampaikan, konten yang relevan dan diperlukan seperti cara mengenali hoaks dan modus penipuan di ruang digital bisa dibuat untuk menghindarkan orang dari dampak negatif penggunaan platform digital.
“Karena orang itu melakukan kejahatan penipuan digital itu hari per hari ilmunya berbeda-beda. Kita baru tahu ilmu penipuan ini, mereka sudah nipu dengan cara lainnya. Nah ini yang memang harus kita redefinisi agar literasinya tidak seperti basa-basi,” Meutya menjelaskan. []











