Mengukuhkan Partai Golkar Sebagai Rumah Besar Politik Pancasila

Hari Kesaktian Pancasila yang diperingati setiap 1 Oktober bukan hanya momentum untuk mengenang tragedi kelam bangsa pada 1965, melainkan juga refleksi mendalam atas perjalanan ideologi Pancasila sebagai dasar, falsafah, sekaligus pemersatu bangsa. Dalam konteks sejarah politik Indonesia, Partai Golkar memiliki peran yang tidak bisa dipungkiri: menjadi manifestasi politik Pancasila sejak awal kelahirannya.

Bagi sebagian pihak, narasi hubungan Golkar dengan Pancasila kerap dibaca secara kritis—bahkan ada yang mencoba mereduksi peran besar partai ini hanya sebatas instrumen politik Orde Baru. Namun jika menilik lebih jauh, di balik segala kontroversi sejarah, Golkar adalah rumah besar politik Pancasila. Dari masa ke masa, partai ini menjadi mercusuar yang menyosialisasikan, mengamalkan, sekaligus mengakar kuatkan Pancasila dalam denyut kehidupan politik Indonesia.

Golkar dan Pancasila

Golkar lahir bukan sebagai partai politik dalam pengertian klasik, melainkan sebagai wadah fungsional dari berbagai kekuatan sosial – organisasi profesi, ormas, hingga birokrasi – yang disatukan dalam Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964. Pada saat itu, atmosfer politik nasional tengah memanas akibat dominasi ideologi kiri yang diusung Partai Komunis Indonesia (PKI). Sekber Golkar tampil sebagai antitesis politik ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

Pasca peristiwa G30S/PKI tahun 1965, kebutuhan bangsa terhadap stabilitas ideologi semakin mendesak. Golkar menjelma menjadi kekuatan politik yang mengartikulasikan Pancasila sebagai jalan tengah di antara polarisasi ideologi – baik kiri maupun kanan. Pada Pemilu 1971, Golkar muncul sebagai kekuatan mayoritas dengan perolehan 62,8% suara. Kemenangan ini bukan sekadar capaian elektoral, melainkan simbol diterimanya Pancasila sebagai ideologi politik arus utama.

Sejarah kemudian mencatat, di era Orde Baru, Pancasila ditegaskan sebagai ideologi tunggal negara. Golkar menjadi garda terdepan dalam mensosialisasikan dan menginternalisasi Pancasila kepada masyarakat. Melalui program seperti Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), partai ini bertransformasi menjadi institusi politik yang paling efektif dalam menjaga kesatuan bangsa. Di sekolah, kampus, hingga desa-desa, sosialisasi Pancasila dilakukan secara sistematis, dan Golkar menjadi motor utamanya.

Golkar sebagai Mercusuar Ideologi

Bagi sebagian pengkritik, peran Golkar di era Orde Baru kerap dilihat sebagai bagian dari otoritarianisme. Namun jika ditinjau dari sudut pandang historis, fakta bahwa Pancasila tetap bertahan sebagai satu-satunya ideologi negara hingga hari ini adalah hasil dari konsistensi Golkar dalam memperjuangkannya.

Saat dunia diguncang oleh perang ideologi antara kapitalisme-liberalisme dan komunisme, Indonesia memilih jalan berbeda: Pancasila. Golkar menjadi mercusuar paling terang yang memandu arah politik bangsa agar tidak terjebak dalam pertarungan ideologi global.

Data kuantitatif menunjukkan, Golkar selama tiga dekade Orde Baru berhasil menjaga stabilitas politik dengan rata-rata perolehan suara di atas 60% pada setiap pemilu (1971: 62,8%; 1977: 62,1%; 1982: 64,3%; 1987: 73,1%; 1992: 68,1%; 1997: 74,5%). Angka-angka ini bukan hanya mencerminkan dominasi politik, melainkan juga tingkat penerimaan masyarakat terhadap gagasan Pancasila yang disuarakan Golkar.

Pancasila Sebagai Pemersatu

Pasca reformasi 1998, ketika banyak partai baru bermunculan dengan beragam ideologi, Pancasila tetap menjadi satu-satunya ideologi negara yang disepakati bersama. Hal ini menunjukkan betapa kokohnya pondasi ideologis yang telah ditanamkan Golkar.

Hingga kini, survei-survei nasional memperlihatkan mayoritas rakyat Indonesia masih menempatkan Pancasila sebagai perekat bangsa. Survei Lembaga Survei Indonesia (2023) misalnya, mencatat 84% responden percaya bahwa Pancasila adalah ideologi yang paling tepat bagi Indonesia, sementara hanya 9% yang menganggap demokrasi liberal atau agama tertentu seharusnya menjadi dasar negara.

Lebih jauh, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada 2024 mencatat bahwa lebih dari 90% generasi muda masih menilai Pancasila relevan dengan tantangan zaman, meskipun tingkat pemahaman praktisnya masih perlu ditingkatkan. Angka-angka ini menegaskan bahwa apa yang diwariskan Golkar sebagai rumah besar politik Pancasila masih sangat hidup hingga kini.

Golkar Pasca Reformasi

Reformasi memang mengubah lanskap politik Indonesia. Golkar kehilangan dominasi mutlak, tetapi tidak kehilangan relevansi. Sebagai partai politik, Golkar terus menegaskan dirinya sebagai kekuatan moderat yang berpijak pada Pancasila.

Sejak Pemilu 1999 hingga 2024, Partai Golkar konsisten menjadi salah satu dari dua besar partai politik di Indonesia, dengan perolehan suara berkisar antara 12–23%. Pada Pemilu 2024, Golkar memperoleh 102 kursi DPR RI, menempatkannya sebagai partai dengan basis representasi terbesar kedua setelah PDIP. Angka ini mencerminkan bahwa meski peta politik berubah, basis ideologi Pancasila yang diusung Golkar tetap mendapat tempat di hati rakyat.

Tidak hanya di tingkat pusat, Golkar juga mengakar kuat di daerah. Data KPU menunjukkan, Golkar selalu memiliki keterwakilan signifikan di hampir seluruh provinsi Indonesia. Dari Aceh hingga Papua, partai ini hadir sebagai kekuatan politik yang menjaga keseimbangan dan persatuan.
Golkar sebagai Rumah Besar Politik Pancasila

Hari ini, ketika bangsa menghadapi tantangan baru berupa polarisasi politik, radikalisme agama, hingga infiltrasi ideologi transnasional, relevansi Golkar sebagai rumah besar politik Pancasila justru semakin nyata.

Sebagai partai yang lahir dari rahim kebangsaan, Golkar memiliki tanggung jawab historis untuk menjaga agar Pancasila tidak hanya menjadi slogan, melainkan hidup dalam praktik politik sehari-hari. Melalui visi politik pembangunan, kesejahteraan, dan keadilan sosial, Golkar dapat menegaskan kembali dirinya sebagai pelindung ideologi bangsa.

Narasi sejarah boleh saja diperdebatkan, tetapi fakta bahwa Pancasila tetap menjadi satu-satunya ideologi negara hingga 2025 adalah bukti nyata kontribusi Golkar. Tanpa peran partai ini sebagai mercusuar ideologi di masa lalu, sulit membayangkan bagaimana nasib bangsa ini di tengah derasnya pertarungan ideologi global.

Menggugah Kesadaran

Hari Kesaktian Pancasila 1 Oktober 2025 adalah momentum refleksi. Kita diingatkan bahwa ideologi ini tidak hadir begitu saja, melainkan melalui perjuangan panjang, pengorbanan, dan konsistensi berbagai elemen bangsa, termasuk Partai Golkar. Narasi sejarah menunjukkan fakta, bahwa Golkar adalah rumah besar politik Pancasila.

Dari masa ke masa, partai ini meneguhkan dirinya sebagai kekuatan moderat yang menjaga persatuan bangsa, mengartikulasikan Pancasila dalam ruang politik, dan menjadikan ideologi ini tetap relevan menghadapi tantangan zaman.

Apapun tafsir sejarah yang mencoba mengecilkan peran Golkar, kenyataan tetaplah kenyataan, bahwa tanpa Golkar, Pancasila mungkin tidak akan sekuat dan sehidup hari ini. Dan karena itu, Golkar bukan hanya sekadar partai politik, melainkan pilar ideologis bangsa, dan bagian tak terpisahkan dari sistem kesaktian Pancasila.

Selamat Merayakan Kesaktian Pancasila

Oleh Tati Noviati
Sekretaris Jenderal PP KPPG {golkarpedia}