MENTERI Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala BKKBN Wihaji menegaskan pentingnya penyelesaian stunting di daerah-daerah tidak menggunakan cara-cara dari Jakarta, karena setiap wilayah memiliki dinamika berbeda-beda.
Dalam kirab untuk menyambut Hari Keluarga Nasional (Harganas) tahun 2025 di Kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, Kamis (26/6/2025), Wihaji berbagi pengalamannya saat meninjau Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang prevalensinya masih tinggi berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), yakni di angka 37 persen.
“Di masing-masing daerah punya permasalahan yang berbeda-beda, maka kemarin saya ke NTT, salah satu masukannya adalah bagaimana penyelesaian itu jangan semua pakai cara-cara Jakarta, harus menggunakan cara-cara NTT,” ujar dia, dikutip dari Antara.
Ia menekankan pentingnya pemerintah daerah untuk terjun langsung ke lapangan dan memberdayakan para tim pendamping keluarga (TPK) serta para penyuluh untuk mengedukasi para orang tua agar turut memerangi stunting.
“Memang butuh keseriusan terjun ke lapangan untuk memberikan edukasi, kita jangan pernah menyalahkan mereka (orang tua), tetapi memang ada beberapa pemahaman yang belum sampai ke mereka, dan itu butuh kerja keras TPK, salah satunya adalah harus menggunakan cara-cara lokal, sehingga ada pendekatan budaya maupun pendekatan yang lain,” paparnya.
Wihaji juga menekankan pentingnya mengurangi acara-acara yang seremonial seperti seminar, diskusi, atau lokakarya untuk mengatasi masalah stunting dan lebih menekankan terjun ke lapangan untuk sinkronisasi data agar intervensi kepada keluarga berisiko stunting lebih tepat sasaran.
“Saya minta teman-teman TPK untuk terjun ke lapangan, pastikan datanya karena salah satu kekuatan untuk menyelesaikan permasalahannya adalah data, nanti kalau dirapikan, Insyaallah yang kita intervensi tepat sasaran. Kemudian, yang ketiga itu presisi dan disiplin, kalau dulu ada Peraturan Presiden (Perpres) itu banyak melibatkan kementerian/lembaga, dulu ada 33, untuk tahun ini, mungkin akan diperkecil kementerian apa saja yang akan menangani bareng-bareng penyelesaian stunting,” tuturnya.
Sebagai informasi, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) resmi meluncurkan Survei Status Gizi (SSGI) 2024 pada 26 Mei 2025 yang menunjukkan angka prevalensi stunting secara nasional sebesar 19,8 persen.
Survei yang menjadi rujukan utama dalam upaya percepatan penurunan stunting ini mencatat penurunan prevalensi stunting nasional dari 21,5 persen pada tahun 2023 menjadi 19,8 persen pada tahun 2024.
Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan komitmen kuat pemerintah untuk menurunkan angka stunting nasional menjadi 14,2 persen pada tahun 2029 sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). []