WAKIL Ketua Komisi VII DPR RI Lamhot Sinaga mengapresiasi kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang mendorong keterlibatan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam pengelolaan sektor pertambangan nasional.
Menurut Lamhot, kebijakan ini bukan hanya langkah strategis memperluas partisipasi ekonomi rakyat, tetapi juga bisa menjadi penggerak baru pertumbuhan ekonomi daerah bila dijalankan dengan tata kelola yang baik dan ramah lingkungan.
“Langkah Presiden Prabowo ini sangat tepat dan progresif. Sektor tambang tidak boleh hanya menjadi ruang bagi korporasi besar, tapi juga harus memberikan manfaat langsung bagi rakyat melalui pemberdayaan UMKM,” kata Lamhot di Jakarta, Senin (13/10/2025), dikutip dari Antaranews.
Politisi yang dikenal sebagai sosok teknokrat itu menilai, dukungan penuh yang diberikan oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri UMKM Maman Abdurahman menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menghadirkan pemerataan ekonomi berbasis sumber daya alam.
Menurutnya, skema ini selaras dengan arah kebijakan hilirisasi dan pemerataan ekonomi yang menjadi salah satu prioritas utama pemerintahan Presiden Prabowo. Lamhot menyebut kebijakan ini merupakan bentuk konkret transformasi ekonomi nasional.
“Saya melihat ini sebagai tonggak penting. Pemerintah kini tidak hanya bicara hilirisasi, tapi juga distribusi manfaat ekonomi agar bisa dirasakan langsung oleh pelaku usaha kecil di daerah,” ujarnya.
Salah satu yang paling cepat untuk segera digarap adalah optimalisasi sumur minyak dan gas (migas) tua di Indonesia dapat memberikan tambahan pemasukan negara hingga Rp 3,7 triliun per tahun.
Menurutnya, ribuan sumur yang sudah tidak aktif masih menyimpan potensi produksi signifikan jika dikelola secara tepat, khususnya oleh koperasi rakyat atau UMKM tambang.
“Dari sekitar 13.800 sumur tua di Indonesia, pemerintah memperkirakan sekitar 5.000 sumur masih bisa diaktifkan kembali. Kalau kita kelola dengan benar, produksi bisa mencapai 8.000 hingga 12.000 barel per hari. Dengan harga minyak rata-rata 80 dolar AS per barel, ini bisa menghasilkan pendapatan bruto lebih dari Rp 3,7 triliun per tahun,” kata Lamhot.
Lamhot menambahkan, pengelolaan sumur tua seharusnya tidak hanya dimonopoli oleh badan usaha besar atau kontraktor migas, tetapi bisa juga menjadi sumber penghidupan masyarakat melalui koperasi, BUMDes, atau usaha tambang skala kecil yang legal dan terorganisir.
“Ini peluang ekonomi rakyat. Di Blora, misalnya, 260 titik sumur tua bisa memproduksi lebih dari 200 barel per hari. Bayangkan kalau ini direplikasi di daerah lain. Tapi tentu saja harus diiringi dengan regulasi yang jelas dan pembinaan dari pemerintah,” tegasnya.
Karena itu, Lamhot mendorong pemerintah melalui Kementerian ESDM dan SKK Migas untuk segera membuat peta jalan optimalisasi sumur tua berbasis daerah, serta memberikan akses pembiayaan dan pelatihan kepada pelaku usaha mikro di sektor migas.
Patut diketahui, menurut data Kementerian ESDM, potensi yang dapat digarap UMKM di sektor tambang mencakup lebih dari 2.500 wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) yang tersebar di berbagai provinsi.
Jika 30 persen saja di antaranya dikelola oleh pelaku UMKM lokal, potensi ekonomi yang tercipta bisa mencapai lebih dari Rp120 triliun per tahun, mencakup pendapatan operasional, tenaga kerja, dan pajak daerah.
Lamhot menjelaskan, berdasarkan proyeksi pemerintah, modal awal yang dibutuhkan UMKM untuk memulai kegiatan tambang berkisar Rp10 miliar, dengan potensi pendapatan (revenue) mencapai Rp50 miliar pada tahap awal operasional.
Dengan margin keuntungan bersih 10–19 persen seperti pada tambang skala kecil dan menengah, program ini dapat menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan bagi pelaku lokal di sektor energi dan minerba.
Namun, Lamhot mengingatkan bahwa sektor ini tidak bebas risiko. Karena pemerintah juga harus tetap memastikan bahwa setiap UMKM yang terlibat memiliki kemampuan teknis, manajerial, serta kepatuhan terhadap prinsip good mining practice. “Jangan sampai kesempatan ini justru dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujarnya.
Lebih lanjut Lamhot juga menyoroti aspek lingkungan sebagai fondasi utama dalam implementasi program tambang UMKM. Ia menegaskan, izin usaha harus disertai dengan kewajiban reklamasi dan rehabilitasi lahan pascatambang.
“Pertambangan rakyat harus tetap ramah lingkungan. Jangan sampai pemerataan ekonomi justru menimbulkan kerusakan alam yang lebih luas,” katanya.
Ia juga mengapresiasi langkah Menteri UMKM Maman Abdurahman yang menyiapkan mekanisme pendataan dan verifikasi pelaku usaha layak tambang, termasuk penilaian kapasitas finansial, pengalaman usaha, dan lokasi usaha yang sesuai dengan kabupaten tempat izin diajukan.
“Ini penting agar pelaku usaha lokal benar-benar menjadi aktor utama, bukan sekadar pelengkap kebijakan,” ujar Lamhot.
Dari sisi ketenagakerjaan, Lamhot memperkirakan program ini dapat membuka lebih dari 200 ribu lapangan kerja baru secara nasional, baik di bidang produksi tambang, pengangkutan, jasa penunjang, maupun pengolahan mineral. “Inilah multiplier effect yang nyata, karena dampaknya bisa langsung dirasakan masyarakat di daerah penghasil,” ujarnya.
Tak hanya itu, Lamhot juga menyoroti potensi peningkatan kontribusi pajak dan royalti daerah. Berdasarkan simulasi awal Kementerian ESDM, jika 500 IUP kecil dikelola oleh UMKM, potensi pendapatan pajak dan royalti bisa mencapai lebih dari Rp3 triliun per tahun, di luar efek turunan dari aktivitas ekonomi lokal seperti perdagangan, transportasi, dan jasa.
Meski demikian, Lamhot mengingatkan agar pemerintah memperkuat aspek pengawasan agar izin usaha tidak disalahgunakan. Ia menyarankan agar lembaga pengawas independen atau audit lingkungan rutin diterapkan untuk memastikan keberlanjutan program.
“Kuncinya adalah transparansi dan akuntabilitas. Jika ini dijaga, program tambang UMKM bisa menjadi contoh sukses transformasi ekonomi berbasis keadilan sosial,” tegasnya.
Sebagai penutup, Lamhot menyatakan komitmen Komisi VII DPR yang bermitra dengan kementerian UMKM, untuk terus mengawal implementasi kebijakan ini, mulai dari penyusunan aturan turunan hingga pelaksanaan di lapangan.
“Kami siap bersinergi dengan pemerintah. Program tambang untuk UMKM adalah bukti nyata bahwa sumber daya alam bisa menjadi alat pemerataan kesejahteraan, bukan hanya sumber keuntungan segelintir pihak. Hal ini sebagaimana Asta Cita Presiden Prabowo demi Indonesia emas,” tuturnya. []
							










