Kerja Sama Energi RI-Brazil Dinilai Strategis, Dewi Yustisiana: Momentum Menuju Kemandirian Energi Nasional

ANGGOTA Komisi XII DPR RI Dewi Yustisiana mendorong pemerintah RI memanfaatkan peluang kerja sama di bidang energi dengan Brazil sebaik mungkin, sebagai tindak lanjut hasil pertemuan Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva.

“Kerja sama Indonesia-Brazil ini bukan hanya simbol diplomasi, tetapi langkah nyata memperkuat energi bersih dan nilai tambah sumber daya alam kita. Indonesia harus memanfaatkan peluang ini sebaik mungkin,” kata Dewi di Jakarta, Jumat (24/10/2025).

Dia menyambut baik penguatan kerja sama energi antara Indonesia dan Brazil yang disepakati dalam pertemuan antara Presiden Prabowo dan Presiden Lula di Istana Merdeka Jakarta, kemarin.

Menurut dia, kolaborasi tersebut memiliki nilai strategis bagi ketahanan energi nasional dan percepatan transisi energi menuju Indonesia Emas 2045.

Ia menekankan, ruang lingkup kerja sama yang mencakup migas, energi baru terbarukan, efisiensi energi, hingga pengembangan sumber daya manusia (SDM) harus segera ditindaklanjuti dalam bentuk program konkret berbasis kebutuhan nasional.

Dewi lebih lanjut mengatakan, bioenergi menjadi sektor yang paling cepat memberikan hasil nyata.

Dalam hal ini, legislator yang membidangi urusan energi dan sumber daya mineral itu menyoroti Brazil sebagai produsen etanol terbesar kedua di dunia dan sukses menerapkan mandatori bioetanol, seperti E30 hingga E100 di berbagai wilayah.

Indonesia, tutur dia, dapat mengadopsi pengalaman tersebut untuk memperkuat program bahan bakar minyak campuran etanol E10 yang tengah dikembangkan pemerintah.

“Alih teknologi dari Brazil akan membantu kita menghadirkan energi yang lebih ramah lingkungan dengan dampak ekonomi langsung bagi petani dan masyarakat,” katanya, dikutip dari Antaranews.

Menurut dia, implementasi bioetanol juga berpotensi menciptakan lapangan pekerjaan baru di sektor energi hijau, mulai dari budi daya bahan baku, pembangunan fasilitas produksi, hingga distribusi.

Selain itu, petani akan menjadi aktor utama dalam rantai pasok etanol karena pemanfaatan komoditas seperti tebu, jagung, dan singkong yang dapat meningkatkan pendapatan daerah sentra pertanian.

“Kalau ekosistemnya terbangun, program ini akan menggerakkan ekonomi pedesaan dan memperkuat ketahanan pangan-energi kita sekaligus,” imbuhnya.

Dewi mengatakan sejumlah provinsi memiliki potensi besar sebagai basis produksi etanol nasional. Jawa Timur, Lampung, Jawa Tengah, dan Sumatera Selatan menjadi sentra utama tebu, sementara Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Tenggara mulai berkembang sebagai pusat produksi baru di kawasan timur.

Di sisi lain, Sumatera Utara, Riau, Kalimantan Barat, serta Papua memiliki peluang kuat untuk pengembangan jagung dan singkong sebagai bahan baku energi terbarukan di masa mendatang.

Dewi menambahkan, Komisi XII DPR RI akan mengawal ketat realisasi kerja sama energi antara RI dan Brazil agar manfaatnya benar-benar dirasakan rakyat.

“Kita ingin hasil konkret: energi bersih yang terjangkau, nilai tambah di dalam negeri, peningkatan pendapatan petani, dan lapangan kerja baru. Jika dieksekusi dengan tepat, ini momentum lompatan besar menuju kemandirian energi nasional,” ucapnya. []

Leave a Reply