Gde Sumarjaya Linggih: Reformasi BUMN Ala Prabowo Sejalan dengan Target Nol Defisit 2027

PIDATO Presiden Prabowo Subianto yang menyoroti pembenahan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mendapat perhatian serius dari berbagai pihak. Salah satu fokusnya adalah soal penghapusan tantiem serta rencana pengurangan jumlah komisaris yang dinilai berlebihan.

Anggota Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih menilai langkah Presiden Prabowo Subianto untuk membenahi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) patut diapresiasi. Ia menilai, bila pengelolaan tidak bersih dan efisien, target pembangunan akan sulit tercapai sesuai harapan Presiden yang ingin percepatan.

“Iya, karena target beliau kan yang menunjang daripada APBN kita adalah Danantara. Kalau Danantara ini tidak bersih dan juga tidak efisien, maka apa yang menjadi capaian atau target yang telah dicanangkan itu akan menjadi mungkin bisa tercapai lama, tapi Pak Presiden inginnya cepat-cepat,” ujarnya saat ditemui Parlementaria di Jakarta pada Jumat (15/8/2025).

Menurutnya, rencana penghapusan tantiem sejalan dengan target Presiden untuk menurunkan defisit APBN hingga nol pada 2027. Ia menekankan perlunya menghapus hal-hal yang dianggap tidak efisien di tubuh BUMN.

“Hal-hal yang inefficiency, misalnya seperti tantiem itu memang sepatutnya itu dihapus,” tegas anggota Fraksi Golkar tersebut usai menghadiri Rapat Paripurna DPR RI dengan agenda penyampaian pengantar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 oleh Presiden.

Politisi yang akrab dipanggil Demer itu juga menyoroti jumlah komisaris yang dinilai terlalu gemuk. Menurutnya, komposisi yang ideal adalah tiga hingga lima orang bukan sembilan seperti yang terjadi di beberapa perusahaan.

“Bahkan kalau saya boleh bilang ya, mungkin komisaris tidak terlalu banyak lah. Jangan sampai ada sembilan komisarisnya. Komisaris cukup ya, antara tiga sampai lima,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menilai langkah Presiden mengambil kebijakan di luar kebiasaan patut diapresiasi. Pernyataan Presiden soal potensi return on asset BUMN sebesar 5 persen diyakini bisa mendongkrak penerimaan negara secara signifikan.

“Ternyata kalau 5% dikalikan dengan seribu, itu seribu miliar dolar, berarti sekitar 50 miliar dolar. 50 miliar dolar, kalau dirupiahkan sekarang itu mungkin sekitar hampir 800 triliun rupiah. Artinya kalau 800 triliun rupiah, defisit yang sekarang ini kan cuma 600an. Berarti kan 800 masih sisa 200 untuk yang lain-lain,” jelasnya.

Legislator Dapil Bali itu lantas menegaskan bahwa Komisi VI DPR RI akan terus mengawal kebijakan Presiden di sektor BUMN. Ia berharap kebijakan tersebut mampu mempercepat kesejahteraan masyarakat sesuai cita-cita pemerintahan.

“Jadi itulah kira-kira mungkin sementara nanti kami di Komisi VI akan mengawal terus kebijakan dari Presiden tentunya untuk bisa mewujudkan percepatan kesejahteraan dan tentu Asta cita dari Presiden yang tadi itu semuanya itu adalah untuk kepentingan, percepatan daripada kesejahteraan bangsa dan negara,” tutupnya.

Dalam pidatonya, Presiden Prabowo menekankan bahwa dengan aset BUMN yang mencapai lebih dari USD 1.000 triliun, seharusnya negara bisa mendapat minimal USD 50 miliar dari return on asset sebesar 5 persen. Angka itu dinilai cukup untuk menutup defisit APBN.

Presiden juga pun memerintahkan Danantara membenahi BUMN, memangkas jumlah komisaris serta menghapus tantiem yang dinilai hanya akal-akalan dan tidak layak diberikan, apalagi pada perusahaan yang merugi. []

Leave a Reply