ANGGOTA Komisi VI DPR RI Firnando Hadityo Ganinduto mendorong Kementerian Perdagangan menerapkan pengawasan yang lebih ketat terhadap tata kelola beras nasional untuk mencegah praktik pengoplosan beras yang merugikan negara dan masyarakat.
“Saya menerima banyak keluhan dari konstituen saya. Berdasarkan hasil sidak, 80 persen beras yang diperiksa ternyata oplosan. Bahkan Menteri Pertanian menyebut bahwa dalam 10 tahun terakhir, negara bisa merugi hingga Rp1.000 triliun. Bagaimana pengawasan dari Kemendag? Mengapa praktik seperti ini bisa terjadi secara masif? Saya khawatir ada praktik kartel dalam rantai distribusi yang menyebabkan ini terjadi,” kata Firnando dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (28/11/2025).
Padahal, menurut dia, beras adalah kebutuhan pokok rakyat. Konsumsi beras oplosan sangat membahayakan kesehatan masyarakat, sehingga pihaknya ingin penjelasan tegas dari Kementerian Perdagangan.
Hal tersebut disampaikan Firnando dalam rapat kerja Komisi VI DPR RI bersama Kementerian Perdagangan (Kemendag) guna membahas sejumlah isu strategis dalam sektor perdagangan nasional.
Dalam rapat tersebut, Komisi VI menyepakati tambahan anggaran untuk Kemendag pada tahun anggaran 2026 sebagai bentuk dukungan terhadap program-program prioritas kementerian.
Dalam rapat tersebut, Firnando juga menyoroti belum adanya kejelasan terkait revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, yang selama ini dianggap memberikan celah bagi masuknya barang impor murah.
“Saya juga ingin menanyakan perkembangan Permendag Nomor 8 ini. Dalam beberapa kali rapat dengan Dirjen Daglu Kementerian Perdagangan, saya sudah meminta update. Informasinya aturan ini akan diubah dan dijadikan Permendag baru. Tapi hingga saat ini kami belum menerima informasi resmi. Ini penting karena banyak pelaku industri lokal yang mengeluhkan masuknya barang-barang impor murah yang mengancam kelangsungan usaha mereka,” ujarnya, dikutip dari Antaranews.
Tak hanya itu, Komisi VI juga mendorong penguatan Satgas Pemberantasan Impor Ilegal untuk menjaga ekosistem perdagangan dalam negeri tetap sehat dan kompetitif.
“Saya ingin menekankan pentingnya penanganan impor ilegal. Satgas pemberantasan impor ilegal harus terus diperkuat dan ditindaklanjuti secara konsisten. Karena praktik ini juga berdampak langsung terhadap kerusakan industri dalam negeri,” tuturnya.
Masih pada kesempatan yang sama, Firnando juga menyampaikan apresiasi terhadap kinerja Kemendag, khususnya dalam upaya meningkatkan diplomasi perdagangan dan memperluas akses pasar ekspor.
Ia secara khusus menyoroti keberhasilan negosiasi dagang dengan Amerika Serikat yang berhasil menurunkan tarif bea masuk dari 32 persen menjadi 19 persen.
“Pak Menteri, dua hari lalu kami telah mengadakan rapat bersama Ibu Wakil Menteri terkait pembahasan anggaran. Seluruh anggota Komisi sepakat untuk memberikan tambahan anggaran, namun ada beberapa catatan penting, terutama terkait program revitalisasi pasar yang hari ini Bapak sampaikan. Kami mengapresiasi pemaparan tersebut,” ujar Firnando.
Lebih lanjut, Firnando menyampaikan kekhawatirannya atas dampak dari perjanjian dagang tersebut terhadap kedaulatan pangan nasional.
Ia mempertanyakan kebijakan tarif impor nol persen untuk barang dari Amerika, termasuk pangan, yang berpotensi bertentangan dengan semangat swasembada pangan yang digaungkan Presiden Prabowo.
“Kami juga menyampaikan apresiasi atas keberhasilan negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat khususnya Presiden Trump di mana tarif berhasil diturunkan dari 32 persen menjadi 19 persen. Ini capaian besar, dan saya yakin Kemendag berperan penting. Namun, saya ingin menyampaikan kekhawatiran.”
“Tarif impor barang dari Amerika menjadi nol persen, termasuk produk pangan. Apakah ini tidak bertentangan dengan semangat Presiden Prabowo untuk mewujudkan swasembada pangan? Ini penting agar tidak terjadi kontradiksi kebijakan,” ujarnya.
Rapat ditutup dengan penegasan dari Komisi VI DPR RI bahwa pihaknya akan terus mengawal dan mengevaluasi seluruh program Kementerian Perdagangan demi mewujudkan sistem perdagangan nasional yang adil, transparan, dan berpihak kepada rakyat serta pelaku usaha lokal. []











