ANGGOTA Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Firman Soebagyo menegaskan pentingnya peran pemerintah dalam mendukung hilirisasi dan pelindungan komoditas strategis, dalam rangka untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing produk pertanian dan perkebunan Indonesia.
Firman menilai, Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Komoditas Strategis yang tengah dibahas harus menjadi instrumen regulasi yang mampu mendorong kemandirian industri nasional, memperkuat posisi petani, dan mengoptimalkan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional.
“Pengembangan hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan daya saing komoditas perkebunan melalui pengolahan produk di dalam negeri adalah kunci. Selama ini kita hanya puas mengekspor hasil perkebunan dalam bentuk raw material,” ujar Firman dalam Rapat Pleno Baleg DPR RI dengan Badan Keahlian DPR di Gedung Nusantara I, DPR RI, Senayan, Jakarta, dikutip Rabu (3/9/2025).
Ia mengingatkan bahwa komoditas strategis seperti kelapa sawit, kakao, kopi, tebu, karet, dan singkong memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Menurutnya, singkong perlu ditetapkan sebagai komoditas strategis karena multifungsi dan bisa menjadi bahan baku pangan, etanol, hingga kertas.
“Kalau ini diatur dengan baik, akan menumbuhkembangkan perekonomian kita. Di Lampung, Jawa Tengah, hingga Sulawesi Selatan sudah ada pengembangannya,” tambah Politisi Fraksi Partai Golkar ini, dikutip dari laman DPR RI.
Firman menjelaskan, ada beberapa langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah. Pertama, mendorong hilirisasi industri, agar produk perkebunan diolah di dalam negeri. Kedua, mengatur kebijakan impor dan ekspor, secara ketat demi melindungi industri domestik.
Ketiga, meningkatkan investasi dan lapangan kerja, melalui pengembangan industri hilir. Keempat, mengalokasikan anggaran, mendukung riset dan inovasi, serta meningkatkan kemampuan petani melalui pelatihan dan penyuluhan. Kelima, memperluas akses petani terhadap kredit lunak, agar tidak bergantung pada subsidi yang membebani APBN.
“Intensifikasi harus menjadi prioritas, bukan sekadar ekstensifikasi. Kita harus meningkatkan produktivitas agar lahan kehutanan tetap lestari,” tegas Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Ia juga menyoroti perlunya pemerintah mengendalikan regulasi hulu, hilir, dan ekspor-impor secara serius, agar petani benar-benar merasakan manfaat pembangunan. Sebagai contoh, Firman menyinggung rendahnya harga gula petani meskipun pemerintah menyebut terjadi kelangkaan.
“Jangan sampai industrinya dikembangkan, tetapi kesejahteraan petani semakin merosot seperti sekarang ini,” ujarnya.
Maka dari itu, Ia menekankan urgensi pembahasan RUU ini dengan melihat kontribusi besar sektor perkebunan terhadap perekonomian nasional. “Kelapa sawit itu menyumbang 41,8 miliar dolar AS atau sekitar Rp622 triliun untuk negara. Kopi, karet, coklat, dan teh juga menyumbang besar. Saya rasa ini hal yang sangat penting,” tegasnya.
Firman berharap, regulasi yang akan disusun dapat memberikan kepastian hukum dan dukungan nyata kepada petani dan pelaku industri, sekaligus menguatkan daya saing Indonesia di pasar global. “Kalau ini dilakukan, target pemerintah yang dicanangkan Presiden Prabowo bisa segera tercapai,” pungkasnya. []