Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Firman Soebagyo menilai pengelolaan Energi Baru Terbarukan (EBT) di Indonesia membutuhkan lompatan kelembagaan yang lebih berani dan terstruktur. Untuk itu, ia mendorong pemerintah untuk membentuk badan pengelola EBT yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Menurut Firman, tantangan pengembangan EBT selama ini bukan hanya soal teknologi atau pendanaan, tetapi juga persoalan tata kelola yang masih terfragmentasi di berbagai kementerian dan lembaga. Kondisi tersebut membuat kebijakan EBT kerap berjalan lambat, tidak terintegrasi, dan kurang memiliki daya dorong yang kuat.
“Indonesia punya potensi EBT yang sangat besar, mulai dari surya, angin, air, panas bumi, hingga bioenergi. Tapi potensi besar ini belum dikelola secara optimal karena tidak ada satu badan khusus yang benar-benar fokus dan punya kewenangan penuh,” ujar Firman.
Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI ini juga menegaskan, keberadaan badan pengelola EBT yang berdiri sendiri akan menjadi solusi strategis untuk mempercepat transisi energi nasional. Dengan mandat khusus, badan ini dapat bekerja lebih terarah tanpa terbebani kepentingan sektoral lain yang selama ini kerap menghambat pengambilan keputusan.
“Kalau badan ini langsung bertanggung jawab kepada Presiden, maka koordinasi lintas kementerian bisa lebih efektif, keputusan bisa lebih cepat, dan akuntabilitasnya jelas. Ini penting karena isu energi bukan isu biasa, tapi menyangkut masa depan ekonomi dan lingkungan Indonesia,” tegasnya.
Firman juga menyoroti fakta bahwa bauran EBT nasional hingga kini masih jauh dari target. Pemerintah menargetkan porsi EBT dalam bauran energi nasional mencapai 23 persen, namun realisasinya masih berada di kisaran belasan persen. Menurutnya, tanpa pembenahan kelembagaan yang serius, target tersebut akan sulit dicapai.
Ia menjelaskan, badan pengelola EBT nantinya dapat berperan sebagai pusat koordinasi nasional yang menghubungkan kebijakan, investasi, riset teknologi, hingga edukasi publik. Dengan sistem yang terintegrasi, pengembangan EBT tidak lagi berjalan parsial dan sporadis.
“Badan ini bisa menjadi motor penggerak investasi EBT. Investor butuh kepastian kebijakan, perizinan yang sederhana, dan arah yang jelas. Kalau semuanya terkoordinasi dalam satu badan, iklim investasi akan jauh lebih kondusif,” kata Firman yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Selain investasi, Firman menilai pengembangan teknologi EBT nasional juga akan terdongkrak. Badan khusus tersebut dapat mendorong kolaborasi antara pemerintah, perguruan tinggi, lembaga riset, dan sektor industri untuk menghasilkan teknologi EBT yang sesuai dengan karakteristik Indonesia.
Tak kalah penting, Firman menekankan peran badan pengelola EBT dalam meningkatkan kesadaran masyarakat. Menurutnya, transisi energi tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah, tetapi membutuhkan partisipasi publik yang luas.
“Kesadaran masyarakat soal pentingnya EBT harus dibangun secara sistematis. Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi juga soal kemandirian energi, penciptaan lapangan kerja, dan keberlanjutan ekonomi nasional,” ujar legislator asal Pati, Jawa Tengah tersebut.
Firman menegaskan, Fraksi Partai Golkar secara konsisten mendorong kebijakan energi yang berorientasi pada kepentingan jangka panjang bangsa. Pembentukan badan pengelola EBT, menurutnya, adalah langkah strategis untuk memastikan Indonesia tidak tertinggal dalam agenda transisi energi global.
“Kalau kita serius ingin mandiri energi dan menjaga keberlanjutan lingkungan, maka negara harus hadir secara kuat. Badan pengelola EBT yang independen dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden adalah salah satu kunci pentingnya,” pungkas Firman yang duduk di Komisi IV DPR RI ini. {golkarpedia}











