MENTERI Koordinator (Menko) Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan peranan sawit strategis dalam memperkuat neraca perdagangan Indonesia.
Menurut dia saat memberi pemaparan dalam membuka 21st Indonesian Palm Oil Conference (IPOC) dan 2026 Price Outlook di Nusa Dua, Bali, Kamis (13/11/2025), hingga September 2025 surplus perdagangan nasional mencapai 4,34 miliar dolar AS dengan sawit sebagai salah satu penyumbangnya.
“Dari Januari hingga September ekspor minyak sawit Indonesia mencapai 28,55 juta ton meningkat dibandingkan periode sama tahun sebelumnya,” kata Airlangga yang disiarkan secara daring, dikutip dari Antaranews.
India dan Tiongkok, tambahnya, masih menjadi pasar utama ekspor minyak sawit Indonesia sementara Jepang dan Selandia Baru menunjukkan peningkatan permintaan produk non migas berbasis sawit.
Rata-rata harga tandan buah segar (TBS) sawit di kisaran Rp3.000 per kg, menurut dia, hal ini memberi dampak positif bagi kesejahteraan petani sekaligus menjaga daya saing industri.
Menteri menyatakan untuk memperkuat keberlanjutan, pemerintah terus memperkuat sertifikasi Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) dan menyiapkan sistem informasi terpadu yang menghubungkan kebijakan, data sertifikasi, dan rantai pasok.
“Langkah ini akan meningkatkan transparansi dan memungkinkan pelacakan secara real time,” katanya.
Pada kesempatan tersebut Airlangga juga mengungkapkan komitmen pemerintah dalam memperkuat transisi energi bersih berbasis sawit.
Program biodiesel nasional, tambahnya kini telah mencapai mandat B40 dan pemerintah berencana menerapkan B50 pada semester kedua 2026.
“Program ini menjadi salah satu yang terbesar di dunia dan telah berkontribusi mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 41,46 juta ton CO2,” ujarnya.
Selain biodiesel pemerintah tengah mengembangkan bioavtur dan bioetanol berbasis sawit sebagai bahan bakar berkelanjutan untuk sektor transportasi udara dan darat. “Kami berharap dalam dua hingga tiga tahun ke depan produk ini bisa mulai dipasarkan secara komersial,” kata Airlangga
Menko juga menegaskan pentingnya hilirisasi industri sawit sebagai sumber nilai tambah nasional, tidak boleh berhenti pada ekspor bahan mentah. “Melalui inovasi, kita bisa menciptakan lapangan kerja baru dan membuat industri dalam negeri,” katanya.
Menko mencontohkan kerjasama antara Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) dan industri pertahanan telah memanfaatkan bahan baku sawit untuk produksi dalam negeri. []











