Ekspor Melonjak, Nurdin Halid Optimistis Defisit Perdagangan RI-Australia Berubah Jadi Surplus

WAKIL Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid optimistis defisit perdagangan Indonesia dengan Australia yang terjadi selama ini bisa segera berubah menjadi surplus setelah nilai ekspor Indonesia ke Australia melonjak signifikan dalam lima tahun terakhir, mencapai kenaikan 100 persen.

Nurdin mengatakan surplus perdagangan itu bisa dicapai asalkan seluruh pemangku kepentingan bekerja lebih inovatif dan memperkuat kolaborasi. Menurut dia, Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia–Australia (IA-CEPA) dapat dimanfaatkan untuk menjadikan Australia sebagai hub distribusi komoditas ekspor Indonesia ke kawasan Pasifik.

“Indonesia-Australia adalah dua mitra utama ekonomi di Indo-Pasifik. Australia bisa menjadi pusat logistik dan distribusi produk Indonesia di kawasan ini,” kata Nurdin dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/8/2025), dikutip dari Antara.

Dia menyatakan optimisme untuk meraih surplus perdagangan itu didasari oleh sejumlah potensi, di antaranya keunggulan komparatif produk Indonesia, yakni ekspor nonmigas ke Australia tumbuh 60,58 persen pada 2024, terutama dari makanan-minuman, produk pertanian, perkebunan, kerajinan, tekstil, rotan, dan dekorasi rumah.

Kemudian kedekatan geografis dan jarak yang lebih dekat dibanding pesaing membuat biaya logistik lebih efisien.

Selain itu, menurut dia, manfaat IA-CEPA bisa mengurangi tarif, membuka akses pasar, mempercepat proses bisnis, dan menciptakan lapangan kerja. Total perdagangan naik dari Rp185 triliun (2019) menjadi Rp382 triliun (2024).

Di sisi lain, Indonesia juga memiliki kekuatan diaspora, karena sebanyak 135 ribu warga Indonesia di Australia dapat menjadi konsumen sekaligus agen promosi produk dalam negeri.

Menurut dia, Indonesia memiliki potensi UMKM sekitar 62 juta pelaku UMKM dan dukungan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih serta BPI Danantara berpeluang besar menjadi sumber pasokan komoditas ekspor unik dan bernilai tambah.

“Kedekatan hubungan bilateral, posisi strategis Indonesia di mata Australia penting bagi aspek geoekonomi dan geostrategi kawasan,” katanya.

Menurut dia, Indonesia harus memaksimalkan IA-CEPA untuk memperluas perdagangan dan investasi, mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen, dan mendorong Indonesia masuk lima besar ekonomi dunia pada 2030.

“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pengesahan IA-CEPA terbukti mampu menggerek ekspor dan investasi Indonesia. Nilai ekspor kita ke Australia naik dua kali lipat dalam lima tahun terakhir,” katanya.

Berdasarkan data Atase Perdagangan RI di Canberra, tambah Nurdin, ekspor Indonesia ke Australia pada 2024 mencapai 5,59 miliar dolar AS, sementara impor dari Australia sebesar 7,88 miliar dolar AS.

Total perdagangan kedua negara tahun lalu mencapai 13,47 miliar dolar AS. Komoditas utama ekspor Indonesia mencakup besi, baja, mesin, peralatan listrik, migas, pupuk, produk kayu, pakaian, produk kimia, dan otomotif.

Dia juga menilai bahwa realisasi investasi Australia di Indonesia berpotensi meningkat. Pada 2024, nilai investasi Australia mencapai Rp11,09 triliun, tumbuh 37 persen dibanding tahun sebelumnya.

“Australia sudah memanfaatkan IA-CEPA secara maksimal. Kini saatnya kita mengoptimalkan peluang ini demi kemakmuran dan ketahanan ekonomi nasional,” katanya. []