FRAKSI Partai Golkar menyetujui pembentukan lembaga setingkat kementerian yang bertugas melakukan pembinaan ideologi Pancasila dan bertanggungjawab langsung kepada presiden.
Anggota Panitia Kerja atau Panja Rancangan Undang-Undang tentang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Karmila Sari menegaskan fungsi lembaga tersebut sangat penting sebagai pembantu presiden dalam urusan pembinaan ideologi Pancasila.
“Diperlukan instrumen pelaksana pembinaan ideologi secara sistemik melalui pendidikan, media, regulasi, dan pembinaan masyarakat demi memperkuat Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara yang menjadi panduan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Karmila dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (9/12/2025), dikutip dari Antaranews.
Menurut Karmila, yang juga anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI, Pancasila menghadapi tantangan serius dari ideologi transnasional, radikalisme, intoleransi, dan budaya konsumerisme digital.
Ditambahkannya, Fraksi Partai Golkar memberikan catatan penting terkait dengan judul RUU BPIP. Menurutnya, Fraksi Partai Golkar mengusulkan penggunaan nomenklatur “badan” sebagai judul RUU dapat dihapuskan.
Karmila mengusulkan judul RUU menjadi Pembinaan Ideologi Pancasila, dengan pertimbangan pertama, secara substansi, ruang lingkup RUU lebih luas daripada sekadar pendirian lembaga, karena mayoritas pasal mengatur perumusan arah kebijakan, metode internalisasi nilai Pancasila, standardisasi pendidikan, koordinasi lintas sektor, monitoring serta partisipasi masyarakat dalam pembinaan ideologi.
“Dalam pendekatan pembentukan peraturan perundang-undangan, judul UU harus mencerminkan materi muatan inti. Judul berbasis substansi seperti ‘Pembinaan Ideologi Pancasila’ akan lebih tepat menggambarkan fungsi regulatif dan sistemiknya,” kata Karmila.
Penggunaan kata “badan”, lanjut Karmila, dalam judul dapat menimbulkan persepsi publik dan penafsiran hukum yang sempit. Padahal, pembinaan ideologi Pancasila mencakup dimensi pendidikan, pembangunan hukum, kebudayaan, ekonomi, politik, riset, teknologi, hingga diplomasi luar negeri.
“Dalam konteks ini, judul yang berfokus pada sistem pembinaan memastikan bahwa muatan UU tidak tereduksi menjadi sekadar pengaturan lembaga tertentu, tetapi mewakili seluruh arsitektur kebijakan ideologi negara,” tuturnya.
Selain itu, lanjutnya, tren perundang-undangan beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa UU yang membentuk lembaga negara tidak selalu mencantumkan nama lembaga tersebut pada judul, karena judul lebih diarahkan pada sistem atau atau kebijakan yang diatur.
Karmila memberikan contoh UU Sistem Jaminan Sosial Nasional membentuk BPJS, UU Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi membentuk BRIN, dan UU Jaminan Produk Halal membentuk BPJPH, tanpa menampilkan nama lembaga dalam judulnya.
“Praktik ini menunjukkan pendekatan modern bahwa lembaga adalah instrumen pelaksana,” ucap Karmila
Saat ini RUU tentang BPIP sudah disahkan menjadi undang-undang inisiatif DPR dalam rapat paripurna hari ini. Selanjutnya RUU tentang BPIP ajan dibahas dengan pemerintah menjadi undang-undang. []











