Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Soebagyo, menyuarakan keprihatinannya terkait maraknya temuan beras turun mutu di sejumlah gudang Bulog. Ia mengaku terkejut setelah menerima laporan dari Sekretaris Utama Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengenai kondisi riil stok beras di gudang Bulog Surabaya.
“Stok beras hasil pengadaan luar negeri sebanyak lebih dari 101 ribu ton sudah berumur simpan 12 hingga 15 bulan. Sebagian, khususnya beras asal Vietnam sekitar 26 ribu ton, mulai mengalami penurunan mutu dengan warna menguning. Hanya beras asal Thailand yang relatif masih baik kondisinya,” ungkap Firman.
Menurutnya, kondisi ini tak lepas dari kebijakan distribusi yang terlalu lambat dan berbelit. Padahal, Komisi IV DPR RI sudah berulang kali mengingatkan Kementerian Pertanian maupun Bapanas agar stok beras segera disalurkan sebelum melewati masa simpan ideal.
“Ini baru pertama kali sepanjang sejarah bisa terjadi. Bulog tidak bisa disalahkan, karena mereka hanya pelaksana. Tanpa perintah dari pemerintah dan Bapanas, Bulog tidak berani mendistribusikan,” tegas Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia ini.
Firman yang juga politisi senior Partai Golkar menilai keterlambatan distribusi bukan hanya masalah teknis, tetapi sudah menyentuh aspek tata kelola pangan nasional. Ia menegaskan, ketika stok menumpuk di gudang hingga kualitasnya turun, bukan hanya Bulog yang menanggung kerugian, tetapi juga negara dan masyarakat yang akhirnya dirugikan dengan harga pangan yang tidak stabil.
“Bulog ini menjadi beban berat karena harus menanggung dampak kerugian yang besar. Kalau tidak segera ada langkah penyelamatan, Bulog bisa semakin lemah,” ujarnya.
Lebih jauh, Firman mengapresiasi langkah Presiden Prabowo Subianto yang telah menginstruksikan agar Bulog dikembalikan pada peran strategisnya seperti di masa Orde Baru. Menurutnya, inilah saat yang tepat untuk melakukan transformasi kelembagaan Bulog agar dapat bekerja lebih cepat, terlepas dari jeratan birokrasi panjang maupun campur tangan berlebihan dari berbagai pihak.
“Konsep Presiden sangat tepat. Bulog harus difungsikan kembali sebagai buffer stock dan penyangga harga pangan. Kalau perlu diperkuat lagi, setara dengan Menteri Pangan dan Kabulog, sehingga keputusan bisa lebih cepat dan terarah,” tegas Firman yang juga menjabat Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia.
Firman mengingatkan, salah satu persoalan mendasar yang kerap dihadapi Bulog adalah model penyerapan beras makron yang masih bermasalah. Biaya produksi yang tinggi, keterbatasan fasilitas penyimpanan, serta risiko penurunan kualitas selama proses distribusi menjadi tantangan nyata. Semua ini berimbas langsung pada harga di pasaran, yang pada akhirnya membebani masyarakat.
Dalam pandangannya, penguatan kelembagaan Bulog tidak boleh berhenti pada aspek distribusi semata. Bulog harus memiliki fungsi strategis sebagai pengendali cadangan pangan nasional, sekaligus menjadi penyangga harga untuk melindungi petani maupun konsumen. “Pengembalian fungsi Bulog seperti masa lalu dengan penguatan struktural adalah langkah realistis untuk menjaga stabilitas harga dan menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat,” tutur Firman.
Ia juga menekankan, keberhasilan Bulog menjaga ketersediaan pangan akan sangat menentukan keberhasilan program pemerintah dalam menekan inflasi dan menjamin ketahanan pangan nasional. “Kalau Bulog dibiarkan lemah, maka yang rugi bukan hanya lembaga, tapi seluruh masyarakat Indonesia. Karena itu transformasi Bulog harus segera dipercepat, bukan ditunda-tunda lagi,” pungkasnya. {golkarpedia}