KETUA Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menegaskan pentingnya penguatan segala aspek dalam upaya pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia. Hal ini menyusul masuknya proposal dari tiga negara besar dunia, yakni Amerika Serikat, China, dan Rusia yang menyatakan minatnya membangun PLTN di tanah air, dengan target masuk ke jaringan listrik nasional pada tahun 2032.
Komisi XII DPR RI menyambut positif langkah ini dan memberikan apresiasi atas berbagai proposal yang telah masuk. Dalam rangka mewujudkan pembangunan PLTN tersebut, Komisi XII secara khusus mendorong pemerintah agar segera menyelesaikan persoalan kelembagaan sebagai fondasi awal yang krusial.
Bambang Patijaya mengungkapkan bahwa pembangunan energi nuklir bukanlah proyek biasa yang bisa dikerjakan tanpa perencanaan matang. Salah satu aspek fundamental yang perlu segera ditetapkan adalah pembentukan Nuclear Energy Program Implementation Organization (NEPIO) sebagai organisasi pelaksana program nuklir nasional.
“Ini memang harus kita persiapkan dari segala aspek, dari aspek regulasi, dari aspek kelembagaan, juga dari aspek teknologi. Jadi hari ini yang kita bahas di Komisi XII adalah bagaimana kita ingin mendorong kepada pemerintah terkait dengan persoalan kelembagaan ini segera dikonkretkan,” ujar Bambang Patijaya dikutip redaksi Golkarpedia dari tayangan video TVR Parlemen.
Ia menambahkan bahwa pembentukan NEPIO merupakan bagian dari praktik terbaik global (best practice) dalam pembangunan PLTN. NEPIO berperan penting dalam mempercepat berbagai proses pembangunan, termasuk dalam pemilihan teknologi yang tepat dan aman. Untuk itu, keberadaan mitra seperti technical support organization dinilai penting untuk mendampingi NEPIO dalam memberikan pertimbangan teknis.
“Karena di dalam membangun PLTN, dalam best practice di dunia itu salah satu diperlukan adalah perlunya NEPIO. NEPIO ini untuk mengakselerasi terkait dengan segala hal di dalam pembangunan daripada PLTN itu sendiri,” tegas politisi Partai Golkar ini.
Lebih jauh, legislator asal Bangka Belitung ini juga menyoroti ketidaksinkronan antar lembaga yang selama ini menjadi penghambat dalam pengembangan energi nuklir nasional. Ia mendesak pemerintah untuk segera menyelaraskan peran dan fungsi lembaga-lembaga seperti NUKI, BRIN, dan Bapeten agar tidak terjadi tumpang tindih dan kebingungan dalam implementasi kebijakan.
Dengan urgensi kebutuhan energi nasional yang terus meningkat, serta komitmen terhadap pengurangan emisi karbon, pembangunan PLTN dinilai sebagai langkah strategis yang tak bisa ditunda-tunda lagi. Namun keberhasilan program ini, kata Bambang, sangat bergantung pada kesiapan regulasi, kelembagaan, dan pemilihan teknologi yang sesuai dengan standar keselamatan internasional. Langkah-langkah konkret yang dimulai dari sekarang akan menjadi pondasi penting menuju terwujudnya PLTN pertama di Indonesia pada tahun 2032. []