Airlangga Hartarto Waspadai Lonjakan Harga Minyak Buntut Perang Iran-Israel

Perang antara Iran dan Israel bisa dipastikan bakal memberi dampak terhadap perekonomian global. Meski begitu, Pemerintah mengajak semua pihak tenang menyikapinya. Apalagi, sejauh ini dampaknya masih kecil. Ajakan itu disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto. Menurut dia, dampak langsung perang Iran-Israel terhadap ekonomi Indonesia masih minim.

“Tapi kita tetap harus melakukan antisipasi lonjakan harga minyak mentah dunia. Karena negara-negara eksportir minyak seperti Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) punya kepentingan menahan harga minyak di tengah lesunya ekonomi global,” kata Airlangga dilansir dari RM.id.

Selain harga minyak, mantan Menteri Perindustrian itu menilai, pengaruh perang terhadap nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat juga belum signifikan.

“Selama ini Timur Tengah memang sudah panas. Tapi kita tidak ada masalah. Dari segi perdagangan juga begitu. Namun dari sisi sentimental, ketersediaan suplai minyak itu yang perlu diperhatikan ke depan,” imbuhnya.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memastikan Pemerintah mewaspadai dampak konflik Iran-Israel terhadap ekonomi nasional. Menkeu menilai, eskalasi konflik itu telah membuat harga minyak naik lebih dari 8 persen, dari semula di bawah 70 dolar AS per barel menjadi 78 dolar AS.

“Ini kombinasi yang harus kita waspadai, baik tekanan harga, inflasi, maupun kenaikan imbal hasil surat utang AS akibat geopolitik dan kebijakan fiskal,” ujar Ani, sapaan Sri Mulyani.

Meski begitu, lanjut Ani, Pemerintah tetap berkomitmen menjaga stabilitas ekonomi lewat kebijakan fiskal yang responsif. Fokus utama saat ini adalah memperkuat permintaan domestik, agar ekonomi tetap tahan banting.

“Indonesia tetap terpengaruh oleh lingkungan global yang tidak pasti. Maka kita harus siap menghadapi berbagai perubahan.”

Menurut Ani, kebijakan fiskal countercyclical akan terus didorong untuk menghadapi tekanan ekonomi global. Belanja negara justru akan diperkuat, bukan dipotong, agar sektor rentan tetap terlindungi.

“Kebijakan fiskal dijalankan oleh undang-undang keuangan negara yang fungsinya stabilisasi, distribusi, dan alokasi. Menjaga kebijakan fiskal yang sehat dan berkelanjutan adalah kunci untuk menghindari masalah ekonomi ke depan,” tandasnya.

Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menilai, dampak perang sudah mempengaruhi ekonomi global.

“Impor minyak makin mahal, subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) meningkat. Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) akan makin tertekan dan fiskal Indonesia bakal terdampak,” kata Huda kepada Rakyat Merdeka, Jumat (20/6/2025).

Meski begitu, menurutnya, Indonesia tetap bisa mengambil peluang dari naiknya harga komoditas ekspor. “Namun keuntungannya tidak akan sebanding dengan pembengkakan subsidi BBM. Pemerintah harus jeli melihat peluang dan ancaman dari konflik ini,” pungkasnya.