MENTERI Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan kesepakatan tarif bea masuk resiprokal ke Amerika Serikat (AS) sebesar 19 persen membuat Indonesia terhindar dari banjir pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.
Karena, menurut Airlangga ditemui di sela Rapat Kerja Koordinasi Nasional ke-34 Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) di Bandung, Jawa Barat, Selasa (5/8/2025), jika masih tetap diberlakukan tarif resiprokal sebesar 32 persen, akan membuat jutaan orang terkena PHK.
“Jika tarif sebesar 32 persen diberlakukan, maka ada potensi sebanyak lima juta orang terkena PHK. Kalau tarifnya hanya 19 persen maka tidak terjadi PHK. Ini perbedaan yang harus dipahami antara 32 persen dan 19 persen,” kata Airlangga, dikutip dari Antara.
Ia menyebutkan dengan adanya kebijakan tarif resiprokal yang disepakati oleh Indonesia dan AS sebesar 19 persen bagi barang dari Indonesia, membuat perubahan signifikan pada tarif masuk barang AS ke Indonesia.
Sebelum diberlakukan kebijakan AS itu, barang AS dikenakan biaya 10-20 persen, dan dengan kebijakan ini barang AS akan masuk tanpa dikenai biaya, tetapi perdagangan tetap berjalan.
“Jika tarif dinaikkan 32 persen artinya perdagangan bisa berhenti total (no trade). Namun, dengan tarif 19 persen, posisi kita di ASEAN tetap kompetitif sejajar dengan Malaysia dan Thailand. Sementara India dikenai tarif 25 persen dan Vietnam 20 persen,” katanya.
Dengan kompetitifnya Indonesia di kawasan ASEAN, kata Airlangga, keberlangsungan para pekerja akan terjaga dan hampir bisa dipastikan tidak ada migrasi perusahaan ke luar Indonesia ataupun secara khusus ke luar Jawa Barat.
“Jadi, kita bersyukur tidak akan ada pabrik yang pindah dari Indonesia ke negara lain. Untuk Jawa Barat khususnya, tidak ada pabrik yang tutup, aman,” tutur Airlangga.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan pemberlakuan tarif bea masuk resiprokal akan mulai berlaku penuh pada 7 Agustus 2025.
Sejumlah negara dikenai tarif berbeda, seperti Inggris sebesar 10 persen, Vietnam 20 persen, Filipina 19 persen, Jepang 15 persen, dan Korea Selatan 15 persen. Uni Eropa juga dikenai tarif 15 persen untuk sejumlah produk.
Indonesia mendapatkan 19 persen, namun dengan beberapa syarat yang menyertai seperti kewajiban impor, hingga dibukanya akses data pihak Indonesia. []