Ahmad Labib Minta Pemerintah Tindak Tegas Mafia Impor Gula Rafinasi yang Rugikan Petani

ANGGOTA Komisi VI DPR RI Ahmad Labib mendesak pemerintah untuk menertibkan dan menindak tegas mafia impor gula rafinasi yang memanfaatkan celah aturan untuk mengeruk keuntungan, namun merugikan petani tebu dan mengguncang stabilitas harga di pasar.

“Jangan biarkan izin impor untuk industri justru bocor ke pasar konsumsi. Akibatnya, harga gula petani jatuh dan daya serap pasar terhadap gula kristal putih (GKP) makin rendah,” katanya dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu (13/8/2025), dikutip dari Antara.

Diterangkan Labib, berdasarkan data Badan Standarisasi Instrumen Pertanian (BSIP) dan Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian, konsumsi gula nasional saat ini mencapai 3,65 juta ton per tahun.

Jika digabungkan kebutuhan rumah tangga yang sebesar 3,4 juta ton dan industri yang sebesar 5,7 juta ton, maka total kebutuhan bisa tembus sebesar 9,1 juta ton per tahun. Akan tetapi, produksi dalam negeri baru mampu sebesar 2,5–3 juta ton.

Menurut Labib, kekurangan pasokan yang diisi dengan impor menjadi pintu masuk praktik kartel dan rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi.

Situasi tersebut, lanjut Labib, makin parah pada Juni 2025. Pihaknya mencatat tidak ada pelelangan gula petani karena gula rafinasi impor dijual lebih murah.

“Pasar lokal terpukul, petani kehilangan pendapatan, dan ketergantungan impor makin tinggi,” ujarnya.

Dirinya pun mengingatkan pemerintah untuk mengembalikan kendali penuh tata niaga gula mengingat adanya target swasembada gula konsumsi pada 2028 dan industri pada 2030.

Menurut dia, target tersebut mustahil tercapai jika tidak ada langkah tegas pemerintah dalam memberantas praktik impor ilegal.

“Presiden sudah tegas soal swasembada gula. Sekarang waktunya audit total perusahaan pemegang izin impor, aktifkan peran BUMN pangan untuk serap produksi petani, dan berikan modal murah agar petani bisa meningkatkan produksi. Kalau tidak, kedaulatan pangan hanya jadi slogan,” ucapnya. []

Leave a Reply