ANGGOTA Komisi II DPR RI Fraksi Partai Golkar sekaligus Ketua Komisi II DPR periode 2019-2024, Ahmad Doli Kurnia menyayangkan sanksi peringatan keras yang dijatuhkan DKPP kepada ketua dan 4 anggota KPU terkait pengadaan sewa private jet. Doli mengatakan sejak awal KPU tak pernah melapor terkait sewa private jet kepada DPR.
“Kan kami waktu itu tidak (tahu), ini kan ketahuannya pada saat kita dapat informasi dari luar gitu. Kan tidak pernah dilaporkan sebetulnya kepada kami sebelum kami (tahu). Jadi begitu ketahuan, kami konfirmasi ternyata benar gitu loh,” kata Doli kepada wartawan, Kamis (23/10/2025), dikutip dari Detik.
“Nah, itu kan harusnya kan memang dari awal mungkin harus disampaikan rencana-rencana tentang soal (private jet), kalau kami tahu dari awal bahwa ada rencana penggunaan private jet, saya yakin teman-teman Komisi II apalagi pemerintah waktu itu pasti nggak setuju,” sambungnya.
Waketum Partai Golkar ini mengatakan perlu adanya evaluasi mengenai penggunaan anggaran KPU. Doli menyarankan sebelum memutuskan anggaran, perlu dilakukan pengecekan detail program-program yang akan dilakukan KPU.
“Pemerintah, DPR gitu ya, yang kemudian dulu ikut menyetujui anggaran yang digunakan oleh KPU ini, ya ke depan saya kira memang harus lebih cermat lagi, lebih detail ya,” ujarnya.
Doli mengaku sangat menyesalkan kejadian ini. Padahal, pihaknya telah memberikan kepercayaan penuh kepada KPU dan Bawaslu.
“Pokoknya waktu itu berapa pun anggaran yang mereka ajukan dalam rangka untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan pemilu kita, ya kita pasti support gitu. Kita pasti dukung gitu, ya,” ungkapnya.
“Nah, tapi kan ternyata kepercayaan itu ya tidak dilaksanakan dengan baik gitu. Jadi masih ada hal-hal yang sebenarnya di luar kepantasan yang dikerjakan,” sambung dia.
Lebih lanjut, Doli berharap putusan DKPP dapat menjadi pelajaran semua pihak. Khususnya, kata dia, pelajaran untuk diri sendiri agar lebih bisa amanah saat menjalankan tugas.
“Jangan melakukan hal-hal yang berlebihan ya. Apalagi ini kan yang kita gunakan kan anggaran atau uangnya uang rakyat itu. Ya kan? Uang rakyat,” ujarnya.
Dia berharap KPU bisa mempertanggungjawabkan hal-hal yang telah dilakukan. Terlebih, KPU merupakan pejabat yang memiliki periode, bukan seumur hidup.
“Jadi jangan kita pergunakan yang mestinya bisa kita lakukan secara biasa-biasa saja, sederhana saja, ya jangan berlebihan gitu, ya. Biasa-biasa tuh misalnya ya, ya kalau kita bisa pergunakan pakai naik pesawat komersil biasa, kenapa harus pakai private jet? Kira-kira gitu. Itu kan sesuatu yang tidak pantas ya,” imbuhnya.
Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terhadap Ketua, anggota KPU, serta Sekjen KPU. DKPP menilai mereka telah melanggar kode etik penyelenggara pemilu terkait pengadaan sewa private jet.
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu I Muhammad Afifuddin, selaku Ketua merangkap anggota KPU. Teradu II Idham Holik. Teradu III Yulianto Sudrajat. Teradu IV Parsadaan Harahap. Teradu V August Mellaz, masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” kata Ketua DKPP dalam sidang putusan yang disiarkan melalui YouTube DKPP, Selasa (21/10/2025).
“Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Teradu VII Bernad Darmawan Sutrisno selaku Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan,” sambungnya.
Dalam pertimbangannya, DKPP menilai tindakan teradu I sampai teradu V dan teradu VII dalam penggunaan private jet tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu. Terlebih, para teradu memilih private jet dengan jenis yang mewah.
Dewi mengatakan penggunaan private jet oleh para teradu dilakukan sebanyak 59 kali. Bahkan private jet itu digunakan bukan pada daerah 3T. []