Anggota Komisi IV DPR RI sekaligus politisi senior Partai Golkar, Firman Soebagyo, menyampaikan refleksi akhir tahun 2025 terhadap kinerja pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, satu tahun pertama pemerintahan menunjukkan arah kebijakan yang relatif tepat, namun belum cukup kuat untuk menjawab tantangan struktural bangsa.
Firman menilai, capaian stabilitas makroekonomi patut diapresiasi karena dicapai dalam situasi global yang penuh tekanan. Pertumbuhan ekonomi nasional yang stabil di kisaran 5 persen, inflasi yang mampu ditekan pada level 2 persen, serta defisit APBN yang tetap terjaga di bawah 3 persen dari PDB, menurutnya menunjukkan negara tidak kehilangan kendali fiskal.
“Menjaga pertumbuhan di angka 5 persen dengan inflasi rendah dan defisit terkendali itu bukan perkara mudah. Ini menandakan mesin ekonomi masih berjalan sehat. Tapi stabilitas tidak boleh berhenti sebagai angka statistik, ia harus diterjemahkan menjadi kesejahteraan yang dirasakan langsung oleh rakyat,” tegas Firman.
Di sektor pangan, Firman menyoroti capaian produksi beras nasional yang menembus 31.038.197 ton, tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Ia menilai capaian ini sebagai bukti bahwa arah kebijakan pangan mulai kembali pada prinsip kedaulatan, bukan sekadar ketergantungan pasar.
“Produksi beras di atas 31 juta ton dan cadangan pemerintah sebesar 4,2 juta ton menjadi sinyal kuat bahwa negara kembali memegang kendali atas pangan strategis. Ini penting, karena pangan tidak boleh diserahkan sepenuhnya pada mekanisme pasar atau kepentingan impor,” ujar Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini.
Menurut Firman, penguatan cadangan beras pemerintah bukan hanya soal stok, tetapi juga instrumen stabilisasi harga dan perlindungan terhadap petani serta konsumen. “Dengan cadangan yang kuat, negara punya posisi tawar untuk melindungi petani saat panen raya dan melindungi rakyat saat harga bergejolak. Inilah esensi kedaulatan pangan yang sesungguhnya,” lanjut legislator asal Pati, Jawa Tengah ini.
Pada sektor pendidikan, Firman menilai program Makan Bergizi Gratis (MBG) sebagai terobosan besar yang harus dikawal secara serius. Penyaluran lebih dari 1,41 miliar porsi MBG disebutnya sebagai langkah strategis dalam memutus rantai masalah gizi dan kualitas sumber daya manusia.
“Program MBG bukan hanya persoalan memberi makan anak sekolah. Ini investasi jangka panjang untuk kualitas generasi bangsa. Namun, pengawasan mutu, distribusi, dan ketepatan sasaran harus diperketat agar program ini tidak berubah menjadi proyek seremonial,” tegas Firman.
Ia juga menyoroti renovasi 16.140 gedung sekolah sebagai langkah yang tepat, namun menekankan bahwa perbaikan fisik harus dibarengi peningkatan kualitas pengajar dan sistem pembelajaran. “Gedung sekolah boleh bagus, tapi tanpa guru berkualitas dan kurikulum yang relevan, kita hanya membangun tembok tanpa membangun masa depan,” katanya.
Di bidang kesehatan, Firman mengapresiasi pemanfaatan Cek Kesehatan Gratis oleh lebih dari 43 juta masyarakat. Menurutnya, angka tersebut menunjukkan kepercayaan publik terhadap layanan kesehatan negara mulai tumbuh.
“Empat puluh tiga juta warga yang memeriksa kesehatannya berarti kesadaran preventif mulai terbentuk. Ini lompatan penting, karena sistem kesehatan kita selama ini terlalu mahal akibat pendekatan kuratif yang terlambat,” ujar Firman.
Meski mencatat banyak capaian, Firman secara tegas mengingatkan bahwa persoalan ketimpangan ekonomi masih menjadi pekerjaan rumah terbesar pemerintahan saat ini.
“Pertumbuhan 5 persen tidak akan berarti jika kesenjangan tetap melebar. Tantangan kita bukan hanya menciptakan pertumbuhan, tapi memastikan pertumbuhan itu membuka lapangan kerja dan menurunkan kemiskinan secara nyata,” tegas Wakil Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI tersebut.
Firman juga menyinggung agenda pemberantasan korupsi yang menurutnya harus masuk pada fase penegakan hukum yang lebih tegas dan konsisten. “Korupsi adalah sabotase terhadap pembangunan. Selama pelaku korupsi masih bisa berlindung di balik jabatan dan kekuasaan, selama itu pula kepercayaan rakyat akan terus tergerus,” katanya.
Terkait isu lingkungan, Firman menilai pemerintah perlu lebih berani menempatkan perlindungan lingkungan sebagai bagian inti dari strategi pembangunan nasional. “Pertumbuhan ekonomi yang merusak lingkungan adalah pertumbuhan semu. Negara tidak boleh menukar kesejahteraan jangka pendek dengan kerusakan ekologis yang diwariskan kepada generasi berikutnya,” ujarnya.
Menghadapi tahun 2026, Firman mendorong pemerintah melakukan koreksi kebijakan secara lebih berani dan terukur. Ia menekankan pentingnya peningkatan kualitas belanja negara agar benar-benar menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.
“Setiap rupiah APBN harus bekerja untuk rakyat. Belanja negara harus diarahkan pada program yang berdampak langsung, bukan yang hanya terlihat besar di atas kertas,” tegas Firman.
Selain itu, ia menilai efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas harus menjadi fondasi utama dalam pengelolaan keuangan negara. “Tanpa transparansi dan akuntabilitas, efisiensi hanya akan menjadi slogan. Pemerintah harus membuka ruang pengawasan publik seluas-luasnya,” katanya.
Firman juga menegaskan bahwa peningkatan kualitas sumber daya manusia harus menjadi agenda nasional lintas sektor. “Jika 2025 adalah tahun konsolidasi, maka 2026 harus menjadi tahun keputusan besar. Kita harus berani mempercepat investasi pada manusia, karena di situlah daya saing bangsa ditentukan,” pungkas Firman. {golkarpedia}











