ANGGOTA Komisi X DPR RI, Karmila Sari menegaskan perlunya sinkronisasi menyeluruh antara dunia pendidikan tinggi dan kebutuhan tenaga kerja nasional. Menurutnya, persoalan kesenjangan antara lulusan perguruan tinggi dan kebutuhan industri merupakan keluhan lama yang hingga kini belum sepenuhnya teratasi.
Ia menyoroti fenomena perguruan tinggi, khususnya Perguruan Tinggi Swasta (PTS), yang berlomba-lomba membuka program studi baru demi menjaga keberlanjutan kampus, tetapi sering tidak sejalan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.
“Sekarang kita bikin kebijakan, ciptakan prodi, ya. PTS-PTS itu berlomba-lomba bikin prodi untuk subsidi silang, untuk tetap bertahan. Namun, ini harus ada sinkronisasi antara hulu dan hilir,” tegasnya Karmila kepada Parlementaria usai pertemuan Kunjungan Kerja Reses di di Universitas Udayana, Denpasar, Provinsi Bali, Kamis (11/12/2025).
Karmila juga menyinggung pentingnya regulasi tenaga kerja yang memberi ruang bagi masyarakat lokal. Menurutnya, Undang-Undang Ketenagakerjaan sebenarnya telah mengatur porsi minimal penerimaan tenaga kerja dari masyarakat tempatan atau putra daerah, namun implementasinya di industri sering tidak maksimal.
“Dunia usaha, dunia industri itu harus punya konsekuensi apabila tidak menerima putra daerah. Dan sebaliknya, mereka harus diberi reward apabila mengikuti ketentuan tersebut,” ujar Politisi Fraksi Partai Golkar ini, dikutip dari laman DPR RI.
Legislator Dapil Riau I, menegaskan bahwa membangun kualitas perguruan tinggi tidak dapat terjadi secara instan. Ia menekankan pentingnya menghargai peran para dosen dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
“Untuk membangun universitas itu tidak serta merta langsung hebat. Itu perlu diapresiasi. Biasanya dosen akan memanfaatkan dana yang ada itu untuk pengembangan potensi diri mereka,” jelasnya.
Karmila menilai peningkatan kompetensi dosen secara langsung akan memperkuat kualitas akademik kampus, yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan peringkat universitas Indonesia di tingkat global.
“SDM yang bagus akan otomatis meng-upgrade kualitas kampus. Kalau kampusnya oke, ranking kita juga naik. Dan akan menghasilkan SDM-SDM berkualitas,” tambahnya.
Karmila Sari memberikan perhatian khusus pada pentingnya memperluas skema loan atau pinjaman pendidikan bagi dosen terutama untuk melanjutkan studi ke jenjang S3. Ia menilai skema ini lebih realistis dibandingkan mengandalkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sepenuhnya.
“Loan itu harus diperbanyak, karena kita tidak mungkin semuanya menimpa pada APBN. Dengan loan, dosen bisa upgrade diri menjadi S3 dengan tanggung jawab sendiri,” terangnya.
Ia menambahkan bahwa pinjaman pendidikan dengan bunga rendah atau bahkan tanpa bunga akan memberikan peluang besar bagi dosen Indonesia untuk meningkatkan kompetensi secara cepat dan merata.
“Besok itu dosen-dosen kita sudah S3 semua. Dengan kemampuan yang terupgrade dan kesejahteraan meningkat, ini juga mengurangi beban negara, terutama beasiswa,” jelasnya.
Karmila menutup pernyataannya dengan menekankan bahwa peningkatan kualitas dosen melalui skema pembiayaan alternatif adalah investasi jangka panjang yang akan memperkuat ekosistem pendidikan tinggi dan memajukan daya saing bangsa.
“Peningkatan kualitas dosen dari regulasi hingga kesejahteraan harus berjalan paralel dengan penataan program studi dan sinkronisasi kebutuhan industri. bahwa Indonesia dapat menciptakan ekosistem pendidikan tinggi yang lebih adaptif, berkelanjutan, dan mampu menghasilkan sumber daya manusia unggul yang dibutuhkan masa depan,” tutupnya. []











