WAKIL Ketua Komisi V DPR RI Ridwan Bae menegaskan bahwa infrastruktur jalan tol bukan hanya proyek konstruksi, tetapi sistem pelayanan publik yang berkaitan dengan keselamatan, kenyamanan, dan hak pengguna jalan.
Penegasan itu ia sampaikan saat memimpin Kunjungan Kerja Spesifik Komisi V DPR RI untuk meninjau langsung pemenuhan Standar Pelayanan Minimum (SPM) pada Jalan Tol Cinere–Jagorawi (Cijago) di Kota Depok, Jawa Barat, Kamis (6/11/2025).
“Kita perlu menegaskan sejak awal, bahwa infrastruktur Jalan Tol bukan hanya proyek konstruksi, tetapi sistem pelayanan publik yang menyangkut keselamatan, kenyamanan, dan hak pengguna jalan,” ujar Ridwan kepada Parlementaria dalam kesempatan tersebut.
Ridwan menjelaskan bahwa kunjungan ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPR terhadap penyelenggaraan infrastruktur jalan tol.
Menurutnya, jalan tol seharusnya memberikan nilai tambah berupa kelancaran arus, efisiensi waktu tempuh, dan keamanan perjalanan. Namun, ia menilai kondisi di lapangan masih belum sepenuhnya memenuhi standar tersebut.
“Namun realitas di lapangan belum sepenuhnya seperti itu,” imbuh Politisi Fraksi Partai Golkar ini.
Dalam peninjauan ini, Komisi V DPR RI turut menyoroti sejumlah keluhan yang masih sering muncul dari masyarakat pengguna jalan tol. Ridwan menyebutkan lima poin utama yang menjadi perhatian, mulai dari kualitas permukaan jalan hingga fasilitas darurat.
“Komisi V DPR RI juga telah menerima keluhan yang konsisten dari masyarakat, antara lain kondisi jalan yang tidak rata, penerangan yang belum optimal, kemacetan di akses keluar/masuk, fasilitas keselamatan yang belum sesuai standar, hingga rest area yang belum memenuhi kebutuhan pengguna,” ungkapnya.
Tak hanya itu, Komisi V DPR RI juga menyoroti insiden kecelakaan, termasuk kecelakaan beruntun yang belakangan terjadi di sejumlah ruas tol di Indonesia. Hal tersebut dinilai sebagai indikator kuat bahwa pemenuhan SPM belum berjalan konsisten.
Ridwan mengingatkan bahwa Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 secara tegas mewajibkan Badan Usaha Jalan Tol untuk memenuhi SPM. Bila tidak dipenuhi, maka terdapat sanksi administratif mulai dari teguran tertulis hingga pembatalan perjanjian pengusahaan.
“Satu hal yang harus jelas yaitu tidak boleh ada penyesuaian Tarif Jalan Tol bila SPM tidak terpenuhi. Kenaikan tarif harus berbanding lurus dengan peningkatan kualitas pelayanan,” tegasnya.
“Masyarakat tidak dapat, dan tidak boleh, menjadi pihak yang menanggung risiko, dari pelayanan yang kurang memenuhi standar,” imbuhnya
Selain itu, ia menyoroti terbitnya PP No. 23 Tahun 2024 tentang Jalan Tol sebagai pembaruan regulasi terkait kondisi perkerasan, drainase, prasarana keselamatan, aksesibilitas, hingga standar rest area. Ridwan menilai regulasi turunan berupa Permen PUPR No. 16/2014 perlu segera diperbarui agar selaras dengan dinamika lalu lintas terkini. []











