Soedeson Tandra Tegaskan Pembayaran Pensiun Sekaligus Harus Ada Syarat Khusus

ANGGOTA Komisi III DPR RI RI Soedeson Tandra memberikan keterangan resmi secara virtual terkait Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Hal itu sebagaimana surat dari Mahkamah Konstitusi RI dalam nomor perkara 139/PUU-XXIII/2025 dan 164/PUU-XXIII/2025.

Soedeson menjelaskan berdasarkan ketentuan pasal 164 UU P2SK serta Pasal 44 POJK 27/2023, secara tegas diatur bahwa pembayaran manfaat pensiun pada prinsipnya dilakukan secara berkala, kecuali dalam keadaan tertentu yang secara limitatif ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dimaksud.

Adapun keadaan-keadaan tersebut antara lain apabila peserta meninggal dunia sebelum usia pensiun, besaran manfaat pensiun yang sangat kecil, pembayaran manfaat pensiun kepada pihak yang ditunjuk dan atau kondisi lain yang ditetapkan OJK.

Hal ini juga yang kemudian telah ditegaskan oleh Mahkamah di dalam pertimbangan hukumnya pada putusan MK Nomor 152/PUU-XXII/2204 angka (3.14.1).

“Oleh karena itu, tata cara pembayaran manfaat pensiun bukan merupakan pilihan atau kesepakatan yang dapat dilakukan antara peserta dengan lembaga dana pensiun, karena untuk memilih pembayaran secara sekaligus hanya dapat dilakukan sepanjang memenuhi persyaratan atau kondisi tertentu tersebut,” ungkap Soedeson di Ruang Puspanlak, Gedung Setjen, DPR RI, Rabu (22/10/2025), dikutip dari laman DPR RI.

Menurutnya, jika pembayaran manfaat pensiun diberikan seluruhnya tanpa batasan, maka tujuan dasar pensiun sebagai instrument perlindungan sosial dapat tereduksi, bahkan berpotensi menimbulkan risiko penyalahgunaan dan kerentanan ekonomi bagi peserta di kemudian hari.

“Dengan demikian, adanya persyaratan dan pembatasan dalam pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus justru merupakan bentuk perlindungan hukum, kehati-hatian serta manifestasi dari prinsip penyelenggaraan dana pensiun yang berorintasi pada kepnetingan peserta,” tutur Politisi Fraksi Partai Golkar ini

Permohonan Perkara Nomor 164/PUU-XXIII/2025 ini diajukan oleh delapan pekerja/pensiunan, di antaranya, Lukas Saleo, Warjito, Haeruddin Fallah. Mereka adalah para pekerja di PT Freeport Indonesia, pekerja dan mantan pekerja PT Kuala Pelabuhan Indonesia, dan pekerja di PT Unilever Indonesia. Para pemohon mempermasalahkan ketentuan pembayaran manfaat pensiun dalam Pasal 161 ayat (2), Pasal 164 ayat (1) huruf d, dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK.

Berdasarkan laporannya, pemohon I–VI dan Pemohon VIII yang masih bekerja merasa dirugikan karena tidak bisa mengambil manfaat pensiun secara lump sum saat pensiun nanti. Sementara itu, Pemohon VII yang telah pensiun sejak 1 Desember 2024 sudah benar-benar dirugikan karena tidak menerima hak pensiun lump sum hingga saat ini.

Dalam persidangan, kuasa hukum para Pemohon, Zen Mutowali menegaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara program jaminan pensiun publik yang bersifat wajib (mandatory) dengan dana pensiun swasta yang bersifat pelengkap (complement). Menurutnya, aturan yang berlaku saat ini menimbulkan kerugian bagi pekerja karena membatasi hak peserta dana pensiun swasta untuk menerima manfaat pensiun secara sekaligus (lump sum). {}