Benny Utama Dorong Tata Kelola SDA Berbasis Rakyat dan Revisi KUHAP

ANGGOTA Komisi III DPR RI, Benny Utama, menegaskan pentingnya pengelolaan kekayaan alam yang berpihak pada masyarakat serta pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Hal itu ia sampaikan dalam kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Padang, Sumatera Barat.

Dalam kesempatan itu, Benny mengingatkan bahwa amanat Pasal 33 UUD 1945 menegaskan kekayaan alam harus digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Namun kenyataannya, menurut dia, selama ini hasil kekayaan alam justru lebih banyak dinikmati kelompok tertentu.

“Selama ini kekayaan alam dinikmati oleh kelompok-kelompok tertentu saja. Padahal ini adalah anugerah Tuhan kepada tanah air kita. Kita harapkan seluruh kekayaan alam ini sebesar-besarnya bisa bermanfaat bagi rakyat, termasuk di Sumatera Barat,” tegas Benny saat memimpin rombongan kunjungan kerja Komisi III, di Padang, Sumatra Barat, Jumat (26/9/2025), dikutip dari laman DPR RI.

Ia menambahkan, tata kelola pertambangan rakyat perlu diperkuat melalui badan hukum, misalnya koperasi, agar pemanfaatannya lebih tertib sekaligus menekan praktik pertambangan ilegal yang merugikan negara.

“Menurut Presiden, kita kehilangan potensi sekitar Rp300 triliun dari sektor pertambangan ilegal. Karena itu, pertambangan rakyat ini harus ditetapkan wilayahnya terlebih dahulu melalui mekanisme yang ada, agar manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” jelasnya.

Selain isu pengelolaan sumber daya alam, Benny menyoroti urgensi pembaruan KUHAP yang sudah berlaku sejak 1981. Menurutnya, salah satu kelemahan KUHAP lama adalah lemahnya posisi tersangka saat berhadapan dengan aparat penegak hukum.

“Dalam KUHAP yang baru, kita ingin memperkuat hak-hak tersangka melalui advokat sejak tahap penyidikan. Misalnya, tersangka bisa menolak menjawab pertanyaan yang dianggap menjebak, dan seluruh proses penyidikan akan diawasi CCTV agar tidak ada penekanan atau kekerasan,” papar Politisi Fraksi Partai Golkar ini.

Ia menekankan, revisi KUHAP bertujuan menciptakan keseimbangan antara hak warga negara dan kewenangan aparat penegak hukum. Karena itu, aparat juga dituntut untuk menyesuaikan diri dengan aturan baru tersebut.

“Penyidik Polri tentu harus mempersiapkan penyidik yang profesional. Kejaksaan mempersiapkan penuntut umum yang tangguh, dan hakim pun dituntut lebih siap karena ke depan ada wacana pemeriksaan pendahuluan,” ujarnya. []