Lamhot Sinaga: RUU RTRI Jadi Kunci Modernisasi Penyiaran Publik

KOMISI VII DPR RI mendorong percepatan pembahasan Rancangan Undang-Undang Radio Televisi Republik Indonesia (RUU RTRI) sebagai bentuk reformasi besar terhadap penyiaran publik di Indonesia.

RUU ini diharapkan menjadi dasar hukum baru yang menggabungkan dua lembaga penyiaran publik milik negara, RRI dan TVRI, dalam satu sistem penyiaran yang lebih modern, profesional, dan mampu bersaing dengan media swasta.

Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Lamhot Sinaga, menyampaikan dorongan ini dalam Kunjungan Kerja Spesifik Pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025/2026 di RRI Palembang, Sumatera Selatan, Jumat (12/9/2025).

Ia menegaskan bahwa RRI dan TVRI memiliki sejarah panjang dalam menjaga keutuhan bangsa, namun saat ini perlu dibekali regulasi yang mendorong transformasi kelembagaan.

“Kita ingin ada RUU RTRI yang akan mengatur penyiaran publik secara utuh. RRI dan TVRI harus bisa bersaing secara sehat, tetapi tetap menjalankan fungsi sebagai lembaga penyiaran milik negara yang melayani kepentingan publik,” ujar Lamhot yang sekaligus menjadi Ketua Tim Kunker Spesifik Komisi VII DPR RI di Palembang, dikutip dari RRI.

Menurut Lamhot, selama ini RRI dan TVRI masih sangat bergantung pada alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kondisi ini kerap membuat kedua lembaga tersebut sulit bergerak secara lincah dalam menghadapi tantangan teknologi dan perubahan tren media.

“Ketika anggaran dari APBN terbatas, maka layanan publiknya pun tidak maksimal. Kita ingin lewat RUU RTRI, RRI dan TVRI punya ruang usaha, bisa mandiri secara finansial tapi tetap independen,” jelas Lamhot.

RUU RTRI dirancang sebagai lanjutan dari revisi UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 yang saat ini tengah dibahas di Komisi I DPR RI. Setelah RUU Penyiaran disahkan, Komisi VII akan mendorong agar RUU RTRI masuk prioritas Prolegnas tahun 2026.

Sejalan dengan dorongan tersebut, Direktur Utama RRI, I Hendrasmo, menyampaikan, salah satu tantangan besar RRI saat ini adalah keterbatasan ruang komersial akibat mandat hukum yang menekankan sifat non-komersial. Hal ini berdampak langsung terhadap kemampuan RRI dalam menjalin kerja sama iklan dan membangun model bisnis yang berkelanjutan.

“Contoh, Undang-Undang Penyiaran Nomor 32 itu kan mandatnya independen, netral, dan non-komersial. Akhirnya  (pemasang iklan, red) mintanya non-komersial juga,” kata Hendrasmo.

Namun, dengan adanya wacana revisi dan penggabungan regulasi lewat RUU RTRI, ia menyampaikan harapan besar bahwa ke depan akan ada ruang yang lebih realistis bagi RRI untuk menjalankan kegiatan komersial secara profesional.

“Kami senang ada rencana draft revisi UU Penyiaran. Di situ tertulis independen dan profesional. Jadi ada ruang untuk komersial, dan kita diminta profesional. Harapannya, model bisnis kami ke depan bisa lebih sehat dan berkelanjutan,” imbuhnya.

Lamhot Sinaga juga menekankan pentingnya transformasi digital bagi RRI dan TVRI agar tidak tertinggal dari media swasta. Menurutnya, era digital menuntut penyiaran publik untuk beradaptasi secara cepat, baik dari sisi platform, konten, maupun SDM.

“Sekarang ini kita sudah masuk transisi dari analog ke digital. RRI dan TVRI harus menyesuaikan. Tapi bagaimana mau transformasi kalau anggarannya tidak memadai? Maka RUU ini jadi sangat penting,” kata Lamhot.

Dalam kunjungan ke RRI Palembang, Lamhot juga memberikan apresiasi atas kondisi kantor yang representatif serta semangat para karyawannya. Ia menyebut, dengan dukungan regulasi dan pendanaan yang tepat, RRI daerah bisa menjadi kekuatan penting dalam pembangunan daerah sekaligus memperkuat penyiaran nasional.

“RRI Palembang ini kantornya bagus, SDM-nya juga mumpuni. Kalau regulasinya mendukung, mereka bisa ikut membangun Sumatera Selatan sekaligus mengangkat nama RRI secara nasional,” ujar Lamhot.

Adapun dalam kunjungan kerja spesifik di Palembang hadir sejumlah anggota Komisi VII lainnya antara lain: Bane Raja Manalu (F-PDIP), Nila Yani Hardiyanti (F-PDIP), Maria Lestari (F-PDIP), Rycko Menoza (F-PG), Mujakkir Zuhri (F-PG), Andhika Satya Wasistho (F-PG), Bambang Haryo Soekartono (F-P. Gerindra), Jamal Mirdad (F-P. Gerindra), Erna Sari Dewi (F-P. Nasdem), Siti Mukaromah (F-PKB), Izzuddin Alqassam Kasuba (F-PKS), Tifatul Sembiring (F-PKS) dan Dina Lorenza Audria (F-PD). []

Leave a Reply