Anggota Komisi XII DPR RI, Beniyanto Tamoreka menegaskan pemberdayaan sumur minyak rakyat harus menjadi prioritas untuk menjaga ketahanan energi sekaligus menggerakkan ekonomi daerah. Saat ini, Kementerian ESDM telah mengidentifikasi sekitar 20.000-30.000 sumur tua yang siap dikelola koperasi, BUMD, maupun UMKM.
Legislator asal daerah pemilihan Sulawesi Tengah itu menyebut langkah ini bukan sekadar teknis energi, tetapi agenda strategis yang menyentuh langsung kesejahteraan masyarakat. “Jika separuh sumur ini diaktifkan dengan rata-rata produksi 10 barel per hari, potensi tambahan lifting bisa mencapai 90.0000-100.000 bph, setara 15% target nasional. Ini peluang yang tidak boleh terlewat,” ujarnya.
Beniyanto menekankan bahwa kebijakan ini wujud nyata pemerataan ekonomi. “Pemberdayaan sumur minyak rakyat bukan hanya soal energi, tetapi soal pemerataan ekonomi. Kami ingin masyarakat daerah, pengusaha lokal, koperasi, BUMD dan UMKM punya kesempatan mengelola sumber daya alamnya sendiri. Jika dikelola profesional dengan dukungan regulasi dan pembiayaan, potensi lifting bisa meningkat signifikan, sekaligus menciptakan lapangan kerja dan mendorong ekonomi kerakyatan,” tegas politisi Partai Golkar itu.
Kementerian ESDM melalui Permen ESDM No.14/2025 telah memberi landasan hukum untuk pengelolaan sumur rakyat. Syaratnya, pengelola harus berbadan hukum, memiliki modal Rp 5–10 miliar, serta melibatkan masyarakat setempat. Pertamina juga menyiapkan skema pembelian minyak rakyat dengan harga 70–80% dari ICP untuk memastikan keberlanjutan pasar.
Selain menambah produksi, dampak ekonominya sangat besar. Jika 5.000 sumur beroperasi, perputaran uang lokal diperkirakan mencapai Rp 250–500 miliar per bulan, menggerakkan UMKM sektor jasa migas, transportasi, dan industri pendukung lainnya.
Program ini juga berpotensi menyerap tenaga kerja lokal dalam jumlah signifikan. “Dari lapangan kerja teknis hingga usaha turunan, ini bisa menjadi mesin penggerak ekonomi di daerah penghasil migas,” kata Beniyanto.
Untuk memastikan implementasi berjalan baik, DPR mendorong akses pembiayaan murah seperti KUR hijau, insentif fiskal, serta pendampingan teknis dari BUMN migas maupun KSSS yang lain. Melaui Komisi XII juga menegaskan pentingnya pengawasan SKK Migas untuk menjamin tata kelola yang transparan dan ramah lingkungan.
“Kami ingin kekayaan migas tak hanya tercatat sebagai angka produksi, tapi benar-benar dirasakan rakyat. Inilah cara kita menghadirkan keadilan dalam pengelolaan sumber daya,” pungkas Beniyanto. {golkarpedia}