LEMBAGA Penjamin Simpanan (LPS) mengungkap dua Bank Perekonomian Rakyat (BPR), yakni BPR Dwi Cahaya Nusa Perkasa dan BPRS Gebu Prima, telah dicabut izinnya hingga Juli 2025 karena gagal melakukan upaya penyehatan. Total sejak 2005, sebanyak 143 bank—mayoritas BPR—telah dilikuidasi.
Anggota Komisi XI DPR RI, Puteri Komarudin, menilai lemahnya tata kelola, rendahnya kompetensi SDM, dan minimnya pengendalian internal menjadi penyebab utama banyaknya BPR tutup.
“BPR memiliki peran strategis dalam menyediakan akses pembiayaan bagi UMKM, khususnya di pedesaan dan daerah tertinggal. Maka, transformasi dan penguatan kapasitas usaha sangat mendesak,” ujar Puteri dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu (3/8/2025), dari FraksiGolkar.
Ia merujuk pada UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang membuka peluang BPR melakukan kegiatan seperti transfer dana, penukaran valuta asing, dan pengalihan piutang, termasuk memanfaatkan teknologi informasi.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menyampaikan bahwa pengembangan sistem IT untuk BPR tengah dibahas bersama OJK. LPS telah menyiapkan anggaran Rp160 miliar, dan dalam waktu dekat akan melakukan uji coba pada 1–2 BPR sebelum diperluas ke 100 BPR lainnya.
Puteri juga menyoroti pentingnya kesiapan sektor keuangan menghadapi penetrasi kecerdasan artifisial (AI). Meski AI membawa manfaat besar dalam analisis data dan pengawasan, penggunaannya juga menyimpan tantangan risiko keamanan siber, kerahasiaan data, serta kebutuhan peningkatan kapasitas SDM.
“Karena itu, diperlukan pengawasan dan regulasi yang kuat agar penerapan AI tidak menimbulkan risiko sistemik,” tegasnya. []