ANGGOTA Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Rycko Menoza SZP, menegaskan bahwa penguatan industri batik lokal tidak bisa dilakukan secara parsial. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor yang terencana dan berkelanjutan untuk mendorong kemajuan industri batik nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan Rycko saat melakukan kunjungan kerja reses ke Kampung Batik Laweyan, Surakarta, Sabtu (26/7/2025). Dalam kunjungan itu, ia menyampaikan apresiasi atas eksistensi Kampung Laweyan sebagai pusat batik kreatif yang mampu merawat warisan budaya sekaligus beradaptasi dengan era digital.
“Industri batik, seperti yang kita lihat di Solo, tidak boleh hanya dipertahankan, tetapi harus terus berkembang melalui inovasi warna, motif, dan gaya yang sesuai tren global,” ujar Rycko, dikutip Selasa (29/7/2025) dari FraksiGolkar.
Ia menilai bahwa pertumbuhan industri batik sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama kementerian terkait seperti Kemenparekraf, Kementerian Koperasi dan UMKM, serta Kementerian Perindustrian. Kerja sama ini, menurutnya, menjadi kunci dalam menciptakan ekosistem usaha yang sehat dari hulu hingga hilir.
Selain itu, Rycko juga menyoroti perlunya dukungan konkret kepada para perajin batik. Dukungan tersebut meliputi pelatihan berkelanjutan, modernisasi alat produksi, digitalisasi pemasaran, serta kemudahan akses pembiayaan usaha kecil.
“Kehadiran negara harus terasa nyata bagi para perajin. Aspirasi mereka tidak boleh berhenti di forum, tetapi harus direspons dengan program yang menyentuh langsung kebutuhan lapangan,” tegasnya.
Rycko menyebut Kampung Batik Laweyan sebagai contoh sukses integrasi budaya dan ekonomi. Namun, ia mengingatkan bahwa tantangan industri batik tetap ada, seperti persaingan dengan produk printing, regenerasi perajin, dan keterbatasan akses pasar digital.
Ia juga mengapresiasi Pemerintah Kota Surakarta yang dinilai berhasil membangun tata kelola pengembangan industri kreatif secara komprehensif. Menurutnya, daerah kecil dengan kekuatan fiskal seperti Surakarta dapat menjadi model nasional dalam pengembangan industri berbasis kearifan lokal.
“Solo bisa menjadi role model nasional. Kalau sinergi pusat dan daerah diperkuat, batik bukan cuma simbol budaya, tapi juga kekuatan ekonomi yang menggerakkan UMKM dan menyerap tenaga kerja,” pungkasnya. []