Nurdin Halid Dukung Kopdes Merah Putih Tak Disuntik APBN: Harus Berbisnis Secara Mandiri

WAKIL Ketua Komisi VI DPR RI Nurdin Halid mendukung agar Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih tidak memakai dana dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dalam aktivitas perekonomiannya.

Nurdin juga sepakat dengan pernyataan Ketua Satgas Kopdeskel Zulkifli Hassan bahwa Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih baru boleh mendapat pinjaman dari bank-bank BUMN jika laporan keuangannya sudah untung sehingga bisa mengembalikan pinjaman.

“Pendekatan instruktif harus dihindari. Kopdeskel harus berbisnis secara mandiri, jangan disuap dari atas. Pendekatannya harus berbasis usaha dan kebutuhan ekonomi riil masyarakat. Dengan alokasi aktivitas ekonomi produktif yang tepat, modal akan datang dengan sendirinya. Itulah makna ungkapan demokrasi dalam koperasi: dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota,” kata Nurdin Halid dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/7/2025), dikutip dari Antara.

Ia mendukung upaya pemerintah yang mendorong bank-bank BUMN memberikan pinjaman dengan plafon Rp3 miliar per koperasi dengan bunga 6 persen setahun selama enam tahun.

Namun, Nurdin mengingatkan agar pemberian pinjaman itu berdasarkan kelayakan usaha Kopdeskel Merah Putih. Jika tidak, ada risiko gagal bayar dan masyarakat desa akan kehilangan hak atas dana desa yang dijadikan jaminan kepada bank-bank BUMN.

“Intinya, koperasi tidak boleh bergantung pada subsidi. Koperasi harus mampu menjalankan usaha dan pelayanan kepada anggotanya secara efisien agar bertahan dan berkembang. Ingat, usaha koperasi harus berbasis usaha dan kebutuhan anggota karena koperasi adalah lembaga usaha milik semua anggota,” ujarnya.

Nurdin mengingatkan koperasi sesuai jatidirinya harus dibangun berdasarkan partisipasi anggota dan berorientasi pada pelayanan terhadap usaha anggota. Kopdeskel Merah Putih tidak berorientasi pada untung (bagi lembaga koperasi), tetapi berorientasi pada kesejahteraan anggota.

“Jangan sampai, kopdeskel hanya sekadar menjalankan kebijakan pemerintah. Kita harus belajar dari sejarah. Di era Orde Baru, KUD sukses jangka pendek swasembada beras, tetapi gagal menjadi pelaku ekonomi desa karena terlalu instruktif. KUD gagal karena tidak independen dan hanya menjalankan program pemerintah,” ujarnya.

Nurdin Halid juga menyayangkan kebijakan yang mewajibkan kepala desa sebagai ex-officio ketua pengawas koperasi karena hal itu tidak sejalan dengan prinsip kemandirian dan nilai demokrasi dalam koperasi.

Nurdin juga menyoroti penunjukan kepala desa dan lurah sebagai ketua pengawas ex-officio berpotensi terjadinya politisasi Kopdeskel Merah Putih pada era kepala desa dipilih secara langsung.

“Kalau kepala desa dipilih karena kapasitasnya, itu sah. Tapi, jangan dipaksakan secara struktural karena hal itu menyalahi prinsip kemandirian koperasi. Pengurus dan Pengawas kopdeskel harus dipilih oleh warga desa dan kelurahan yang menjadi anggota koperasi. Pengurus yang memilih pengelola kopdeskel,” kata Nurdin.

Nurdin juga mengusulkan pendekatan lintas sektor melalui regulasi konkret, seperti SKB antarkementerian terkait untuk usaha koperasi yang bergerak di bidang pertanian atau distribusi bahan pokok.

Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai tonggak kebangkitan ekonomi Pancasila.

“Koperasi harus menjadi pelaku utama ekonomi nasional. Koperasi yang sehat dan masif akan memperkuat karakter bangsa, menjaga sumber daya alam, menjamin ketahanan pangan, dan menyatukan rakyat. Jangan sampai kesempatan emas ini gagal karena pendekatan yang keliru. Jika berhasil, Koperasi Merah Putih akan menjadi sejarah baru bagi ekonomi Indonesia,” tuturnya.

Pada intinya, Nurdin menyambut positif peluncuran resmi 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto di Desa Bentangan, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, Senin (21/7).

Bagi politisi senior itu, Kopdeskel Merah Putih adalah strategi brilian Presiden Prabowo untuk mewujudkan Astacita yang bermuara pada Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Nurdin Halid menegaskan koperasi bagi bangsa Indonesia adalah sistem ekonomi sekaligus sistem nilai. Nilai-nilai kesetaraan, keadilan, kebersamaan/persatuan, musyawarah-mufakat dalam Pancasila adalah juga nilai-nilai yang menjadi jati diri koperasi.

Koperasi, kata Nurdin, mencerminkan ideologi Pancasila, terutama sila kedua dan sila kelima, yang menekankan keadilan sosial dan kemanusiaan.

“Koperasi adalah bentuk nyata ekonomi Pancasila. Ekonomi konstitusi. Instruksi Presiden untuk membentuk Koperasi Merah Putih sudah tepat karena merupakan implementasi dari Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Dengan dan melalui koperasi, kita mempraktekkan nilai-nilai dalam Pancasila. Itulah ekonomi Pancasila berdasarkan Konstitusi Pasal 33,” ujarnya.

Selain berbasis nilai, Nurdin menjelaskan bahwa koperasi sebagai sistem sekaligus lembaga usaha ekonomi yang tepat bagi Indonesia karena koperasi berbasis komunitas dan menjadi model pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan.

Masyarakat di akar rumput yang hidup di 80 ribu desa dan kota akan diberdayakan oleh Koperasi Merah Putih karena mereka memiliki produk pertanian, peternakan, perikanan, kerajinan lokal, UMKM pengolahan makanan, kuliner, dan lain-lain.

“Jadi, kami di Komisi VI mendukung penuh Kopdeskel Merah Putih ini dan berkomitmen untuk memperkuat ekosistem koperasi melalui dukungan regulasi, pembiayaan, pelatihan manajerial, dan integrasi ke rantai pasok nasional,” kata Nurdin. []